
Garut,Ruangrakyatgarut.id – Gelombang ketidakpercayaan publik terhadap integritas tata kelola pendidikan di Kabupaten Garut kembali mencuat, menyusul pengunduran diri secara mendadak Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut.
Komite Rakyat Anti Korupsi (KRAK), salah satu organisasi sipil yang konsisten mengawasi kebijakan publik, secara terbuka menyatakan mosi tidak percaya dan mendesak dilakukannya audit forensik terhadap penggunaan anggaran pendidikan yang mencapai ratusan miliar rupiah.
Pengunduran diri Kadisdik Garut, yang dikonfirmasi langsung oleh Bupati Syakur Amin, justru memantik berbagai spekulasi dan desakan akan transparansi publik. KRAK menilai bahwa langkah tersebut bukanlah bentuk tanggung jawab, melainkan indikasi dari sebuah masalah sistemik yang telah lama mengakar.
Indeks Pembangunan Manusia Stagnan, Kinerja Dipertanyakan
Koordinator KRAK, Andres Ramfuji, dengan nada tegas menyampaikan bahwa pengunduran diri ini tidak boleh dimaknai sebagai akhir dari permasalahan, tetapi harus menjadi pintu masuk bagi pengungkapan lebih dalam atas dugaan maladministrasi dan potensi penyalahgunaan anggaran.
“Kami melihat ini sebagai puncak gunung es. Ada yang tidak beres dalam pengelolaan sektor pendidikan di Garut. Buktinya nyata, IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Garut tidak mengalami lompatan berarti, bahkan cenderung stagnan,” ujar Andres dalam pernyataan persnya, Jum’at pagi. (27/06/2025).
Ia menambahkan, sebagai salah satu indikator utama dalam pembangunan daerah, sektor pendidikan seharusnya menjadi lokomotif peningkatan kualitas sumber daya manusia. Namun fakta di lapangan menunjukkan adanya ketimpangan antara besarnya anggaran dengan capaian output dan outcome yang diharapkan.
Ratusan Miliar Digelontorkan, Transparansi Masih Buram
KRAK menyoroti alokasi dana pendidikan yang nilainya sangat besar, baik yang bersumber dari APBN, APBD Provinsi, hingga APBD Kabupaten Garut. Namun, menurut mereka, publik tidak mendapatkan akses yang jelas dan terbuka untuk mengawasi penggunaannya.
“Kita bicara tentang ratusan miliar rupiah. Ini bukan angka fiktif, tapi investasi nyata untuk masa depan anak-anak Garut. Lalu kenapa hasilnya tidak terasa? Sekolah masih banyak yang rusak, kualitas guru masih timpang, dan fasilitas pembelajaran tidak merata,” papar Andres.
Dalam kajian internal KRAK, ditemukan sejumlah indikasi yang menunjukkan adanya potensi penyimpangan dalam proses pengadaan barang dan jasa, termasuk proyek pembangunan fisik dan belanja mebeler yang nilainya mencapai miliaran rupiah.
“Kami menduga telah terjadi pelanggaran dalam proses pengadaan dan distribusi anggaran. Audit konvensional tidak cukup. Yang diperlukan adalah audit forensik – investigatif, menyeluruh, dan tidak bisa dimanipulasi,” tegasnya.
Mendesak Tanggung Jawab dan Penindakan Hukum
Lebih lanjut, Andres menolak anggapan bahwa dengan mengundurkan diri, Kadisdik terbebas dari tanggung jawab hukum maupun moral. Ia menyebut bahwa pengunduran diri bukanlah bentuk amnesti atau pengampunan, melainkan bisa menjadi alat untuk menghindari proses evaluasi dan penegakan hukum.
“Kami tegaskan, pengunduran diri bukan akhir dari kewajiban hukum. Yang bersangkutan harus tetap bertanggung jawab atas masa jabatannya, terutama terkait pengelolaan dana publik. Jangan sampai ini menjadi preseden buruk bahwa pejabat bisa ‘lari’ dari tanggung jawab hanya dengan mengundurkan diri,” imbuh Andres.
KRAK juga mendesak agar Pemerintah Kabupaten Garut tidak tinggal diam. Mereka menuntut Bupati Syakur Amin untuk segera membentuk tim independen atau bekerja sama dengan BPK, KPK, maupun Inspektorat Jenderal Kemendikbud untuk melakukan audit investigatif menyeluruh.
“Ini bukan sekadar rekomendasi, tapi desakan rakyat. Sudah cukup publik bersabar dengan bobroknya tata kelola birokrasi. Jika ada unsur pidana, maka proses hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu,” tegas Andres menutup keterangannya.
Komitmen Mengawal: KRAK Siap Turun ke Jalan
Di akhir pernyataannya, KRAK menyatakan siap menjadi garda terdepan dalam mengawal penuntasan kasus ini. Mereka membuka ruang aduan bagi masyarakat, guru, kepala sekolah, atau pihak-pihak lain yang memiliki informasi atau data terkait dugaan penyimpangan tersebut.
“Kami akan mengumpulkan bukti, membangun kesadaran publik, bahkan bila perlu, melakukan aksi terbuka. Ini bukan sekadar perjuangan teknis, ini perjuangan moral demi menyelamatkan masa depan pendidikan di Garut,” tutup Andres dengan suara lantang.
Catatan Tambahan:
Kasus pengunduran diri pejabat publik yang diduga berkaitan dengan ketidakberesan anggaran publik bukan kali pertama terjadi di Garut. Namun, jika desakan masyarakat kali ini benar-benar ditindaklanjuti secara serius, bukan tidak mungkin akan menjadi titik balik bagi reformasi birokrasi pendidikan di kabupaten yang dikenal religius ini.
Apakah Pemkab Garut siap membuka semua data dan menghadapi tuntutan publik? Ataukah ini akan kembali menjadi kisah klasik tentang skandal yang menguap tanpa penyelesaian?
Waktu dan keberanian politik akan menjawabnya. Yang pasti, Komite Rakyat Anti Korupsi sudah membuka babak baru perjuangan sipil di sektor pendidikan. (**)