
Garut,Ruangrakyatgarut.id – Seruan moral yang disuarakan oleh Gerakan Anti Maksiat (GAM) dalam bentuk aksi damai dan audiensi publik di ruang rapat paripurna DPRD Kabupaten Garut berubah menjadi momen kekecewaan mendalam.
Hal itu dipicu oleh absennya Bupati (G1) dan Wakil Bupati (G2) dalam agenda yang digagas untuk membahas maraknya kasus pelecehan seksual dan pencabulan yang terjadi di wilayah Garut dalam beberapa tahun terakhir.
Aksi tersebut digelar sebagai respons atas meningkatnya keresahan masyarakat terhadap persoalan amoral yang dinilai telah mencoreng identitas Garut sebagai “Kota Santri”. GAM menilai bahwa kondisi ini bukan lagi sekadar fenomena sosial, melainkan krisis moral yang menuntut keberanian sikap dari para pemegang kebijakan tertinggi di pemerintahan daerah.
Audiensi Tanpa G1 dan G2, Kekecewaan Memuncak
Koordinator Lapangan GAM, Ustaz Isur, menyatakan bahwa ketidakhadiran G1 dan G2 mencerminkan lemahnya komitmen pemerintah dalam merespons keresahan rakyat. Padahal, pihaknya telah secara resmi menyampaikan permohonan kepada DPRD agar kedua pimpinan daerah tersebut dapat hadir dalam audiensi.
“Kami sangat kecewa karena sudah mengirim surat permohonan secara resmi. Namun dalam surat balasan dari dewan, tidak ada penjelasan mengapa G1 dan G2 tidak bisa hadir. Seolah-olah persoalan ini dianggap sepele,” ujar Ust. Isur di hadapan awak media.
Ia menambahkan bahwa selama lebih dari dua tahun terakhir, pihaknya telah berulang kali melakukan komunikasi dengan berbagai pihak, mulai dari DPRD hingga SKPD yang terkait dengan isu moral dan perlindungan anak. Namun, dialog yang dibangun dinilai tidak pernah berujung pada kebijakan konkret.
“Kami sudah lelah dengan rutinitas pertemuan yang hanya berputar-putar di tempat. Tidak ada tindak lanjut yang nyata. Padahal, kami bicara soal maraknya pelecehan seksual, pencabulan terhadap anak, dan perilaku menyimpang lainnya yang terus meningkat,” tegasnya.
Teglen “Kota Santri” Dinilai Hanya Sebatas Slogan
Dalam kesempatan itu, GAM juga menyinggung teglen “Garut Kota Santri” yang menurut mereka hanya menjadi slogan kosong di tengah maraknya kasus-kasus amoral. GAM menyebut bahwa lemahnya pengawasan, minimnya edukasi moral, dan tidak adanya ketegasan dari pemerintah membuat Garut berada dalam kondisi darurat moral.
“Kami sangat mendukung Garut sebagai kota yang religius. Tapi apa artinya jika di balik teglen itu, anak-anak justru menjadi korban kekerasan seksual? Apa artinya jika pelaku-pelaku bejat tidak mendapat penanganan tegas dan masif?” ujar Ust. Isur dengan nada geram.
Ia menyatakan bahwa GAM tidak sedang membawa agenda politik apapun. Aksi ini, menurutnya, murni didorong oleh kepedulian terhadap masa depan generasi muda Garut yang terancam oleh kerusakan moral.
“Kami tidak tertarik pada politik. Yang kami perjuangkan adalah masa depan anak-anak kami, agar mereka bisa tumbuh di lingkungan yang bersih dari maksiat dan perlakuan tidak senonoh,” ucapnya.
Peringatan: Akan Ada Aksi Lebih Besar
Menutup pernyataannya, Ust. Isur menyampaikan peringatan kepada pemerintah daerah. Jika dalam agenda audiensi berikutnya G1 dan G2 masih menunjukkan sikap apatis dan enggan hadir, maka GAM akan mengorganisir aksi-aksi yang lebih besar, melibatkan massa lebih banyak dan jangkauan lebih luas.
“Ini baru awal. Jika dalam audiensi mendatang mereka tetap tidak hadir, maka kami akan menggelar aksi yang lebih besar, lebih masif, dan tidak akan berhenti sampai ada komitmen nyata dari pemimpin daerah,” pungkasnya.
Dukungan Masyarakat dan Rencana Tindak Lanjut
Aksi GAM ini turut mendapat dukungan dari sejumlah elemen masyarakat, tokoh agama, dan perwakilan organisasi kepemudaan yang hadir sebagai bentuk solidaritas. Mereka menyatakan keprihatinannya terhadap lambannya respons pemerintah dalam menangani persoalan yang menyentuh inti kehidupan sosial dan moral masyarakat Garut.
Beberapa perwakilan elemen sipil menyarankan agar DPRD Garut segera menjadwalkan ulang audiensi dengan format terbuka dan memastikan kehadiran G1 dan G2 demi menjaga kepercayaan publik.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Bupati maupun Wakil Bupati Garut terkait ketidakhadiran mereka dalam agenda audiensi tersebut. (B2)