
Oplus_0
Garut,Ruangrakyatgarut.id – Kabupaten Garut saat ini berada di persimpangan krusial antara pembangunan dan keberlangsungan lingkungan hidup. Ditengah geliat pembangunan dan perubahan tata ruang yang semakin masif, ancaman kerusakan ekologis kian nyata.
Kondisi ini mendapat sorotan tajam dari Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS), yang baru-baru ini menggelar audiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut untuk menyampaikan berbagai keprihatinan mendalam sekaligus mendesak aksi konkret dari pemerintah daerah.
Situasi Darurat Lingkungan yang Tak Bisa Diabaikan
Dalam pertemuan yang berlangsung intens tersebut, Ketua LIBAS, Tedi Sutardi, menegaskan bahwa kerusakan lingkungan di Garut bukan lagi sebatas isu pinggiran, melainkan telah berubah menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan hidup masyarakat. Alih fungsi lahan yang ugal-ugalan, eksploitasi kawasan lindung, pembiaran tambang ilegal, hingga degradasi daerah resapan air disebut sebagai sederet bukti nyata kegagalan tata kelola lingkungan.
“Kami sudah menerima banyak laporan dari masyarakat desa di kaki gunung dan daerah hulu sungai. Mereka mengalami kekeringan berkepanjangan, gangguan cuaca mikro, serta makin sering dihantui ancaman longsor. Ini bukti bahwa alam kita sedang memberi peringatan keras,” ujar Tedi. Kamis,(05/06/2025).
Menurutnya, perubahan bentang alam yang tidak terkontrol telah menciptakan ketidakseimbangan ekosistem yang memicu krisis air, hilangnya keanekaragaman hayati, dan bencana hidrometeorologi yang semakin sering terjadi. LIBAS memandang bahwa jika kondisi ini dibiarkan tanpa penanganan sistematis dan berkelanjutan, maka Kabupaten Garut akan menghadapi bencana ekologis yang bisa menghancurkan fondasi pembangunan daerah itu sendiri.
LIBAS Usulkan Moratorium dan Audit Lingkungan Transparan
LIBAS secara tegas mendorong Pemerintah Kabupaten Garut untuk memberlakukan moratorium terhadap seluruh izin yang berkaitan dengan pembukaan lahan di kawasan lindung maupun daerah tangkapan air. Selain itu, mereka menuntut adanya audit lingkungan secara menyeluruh terhadap proyek-proyek pembangunan yang berpotensi merusak ekosistem, terutama yang selama ini dijalankan tanpa analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang memadai.
“Kami tak menolak pembangunan, tapi jangan jadikan alam sebagai korban atas nama pertumbuhan ekonomi. Harus ada titik keseimbangan. Audit lingkungan harus terbuka, bisa diakses publik, dan melibatkan elemen independen,” lanjut Tedi.
LIBAS juga menyerukan penerapan prinsip keadilan ekologis, yakni menjamin hak setiap warga untuk hidup di lingkungan yang sehat, setara dengan kepentingan investasi atau pembangunan infrastruktur.
DPRD Garut Angkat Bicara: Isu Lingkungan Adalah Prioritas Strategis
Menanggapi masukan dari LIBAS, Ketua DPRD Garut, Aris Munandar, S.Pd, menyampaikan apresiasi atas keberanian dan konsistensi masyarakat sipil dalam mengangkat isu strategis yang kerap luput dari perhatian pemangku kebijakan. Aris menyebut bahwa kontrol sosial seperti ini adalah salah satu bentuk demokrasi substantif yang harus dijaga dan difasilitasi.
“Kami di DPRD sangat menyadari pentingnya menjaga lingkungan. Isu ini adalah isu keberlanjutan hidup, bukan sekadar teknis. Kami berkomitmen untuk mengawal setiap kebijakan yang berpihak pada lingkungan dan menindaklanjuti berbagai masukan dari LIBAS,” ungkapnya saat ditemui di ruang kerjanya.
DPRD Garut, lanjut Aris, telah menyampaikan rekomendasi resmi kepada Pemerintah Kabupaten untuk segera melakukan penataan ulang terhadap penggunaan ruang. Penataan tersebut harus berpegang pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah diatur dalam Perda No. 29 Tahun 2011 dan diperbarui lewat Perda No. 6 Tahun 2019.
Sorotan terhadap Lemahnya Implementasi Regulasi
Namun demikian, Aris tidak menutup mata bahwa tantangan terbesar saat ini bukan terletak pada ketiadaan regulasi, melainkan pada lemahnya implementasi dan pengawasan. Banyak keputusan strategis yang diambil tanpa landasan kajian ilmiah yang komprehensif atau mengabaikan prinsip daya dukung dan daya tampung lingkungan.
“Kita sering kali terlalu fokus pada target investasi, namun lupa menghitung kapasitas alam. Ini yang harus kita ubah. Setiap pembangunan harus berbasis ekosistem, bukan semata kalkulasi ekonomi,” tegasnya.
Aris juga menyerukan perlunya pelibatan multipihak akademisi, LSM, pelaku usaha, hingga masyarakat adat dalam penyusunan kebijakan lingkungan agar hasilnya lebih inklusif dan tepat sasaran.
Komitmen Konkret dan Usulan Forum Pemulihan Bersama
Sebagai bentuk tindak lanjut dari audiensi tersebut, DPRD Garut membuka ruang untuk membentuk tim pengawasan bersama antara legislatif dan organisasi masyarakat sipil seperti LIBAS. Forum ini diharapkan mampu mengidentifikasi wilayah kritis, memantau pelaksanaan proyek-proyek yang bersentuhan langsung dengan kawasan rawan, dan menyusun roadmap pemulihan lingkungan berbasis data dan partisipasi publik.
“Kita butuh langkah konkret, bukan hanya retorika. DPRD siap mendorong penguatan anggaran untuk rehabilitasi lingkungan, termasuk edukasi publik dan peningkatan kapasitas aparat pengawasan,” ucap Aris.
Payung Hukum yang Menjadi Landasan
Dalam konteks regulasi, berbagai aturan telah disiapkan sebagai landasan hukum pengelolaan lingkungan hidup di Garut, di antaranya:
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Perda Kabupaten Garut No. 29 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Perda Kabupaten Garut No. 6 Tahun 2019 tentang Revisi RT/RW
Namun Aris menggarisbawahi, regulasi hanya akan bermakna jika dijalankan dengan konsisten dan penuh integritas.
Harapan Baru dari Sinergi Masyarakat dan Pemerintah
Audiensi antara LIBAS dan DPRD Garut menjadi penanda penting bahwa suara masyarakat sipil tidak hanya didengar, tetapi juga mulai diakomodasi dalam proses pengambilan keputusan. Diharapkan, ini menjadi titik awal lahirnya sinergi nyata antara publik dan pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan Garut.
Dalam penutupnya, Tedi Sutardi mengingatkan:
“Bencana ekologis bukan takdir, tapi hasil dari kelalaian dan keserakahan manusia. Jika kita tak berubah, maka bukan hanya lingkungan yang musnah kita pun akan ikut binasa.”
Sebagai kabupaten yang dikaruniai kekayaan alam dan keanekaragaman hayati luar biasa, Garut tak bisa terus menutup mata terhadap kerusakan yang berlangsung di depan mata. Momentum ini harus dijadikan titik balik menuju pemulihan dan keadilan ekologis yang sesungguhnya. (**)