{"remix_data":[],"remix_entry_point":"challenges","source_tags":[],"origin":"unknown","total_draw_time":0,"total_draw_actions":0,"layers_used":0,"brushes_used":0,"photos_added":0,"total_editor_actions":{},"tools_used":{},"is_sticker":false,"edited_since_last_sticker_save":false,"containsFTESticker":false}
Ruangrakyatgarut.id 20 November 2025 — Sikap Pemerintah Kabupaten Garut yang hingga kini belum mengalokasikan Biaya Tidak Terduga (BTT) Tahun Anggaran 2025 senilai sekitar Rp7 miliar kembali menuai sorotan keras. Padahal, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 300.2.8/9333/SJ yang secara tegas meminta pemerintah daerah mengambil langkah strategis menghadapi potensi bencana hidrometeorologi.
Dalam SE tersebut, Mendagri menekankan pentingnya pemetaan wilayah rawan bencana berdasarkan kajian risiko, penyusunan rencana kontingensi, rekayasa cuaca, serta optimalisasi anggaran BTT. Pemerintah daerah juga diwajibkan menyiagakan seluruh sumber daya perangkat daerah dan masyarakat untuk merespons cepat setiap dampak bencana.
Langkah darurat seperti pertolongan cepat, pendataan korban, hingga pemenuhan kebutuhan dasar warga juga harus dipenuhi sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) penanggulangan bencana. Kecepatan respon dinilai menjadi faktor krusial dalam menyelamatkan warga serta mempercepat pemulihan pascabencana.
Namun, hingga kini Pemkab Garut belum menunjukkan komitmen nyata dalam penggunaan anggaran BTT tersebut. Usulan bantuan stimulan bagi warga terdampak bencana yang rumahnya rusak berat pun belum diakomodasi oleh pimpinan daerah. Kepala Pelaksana BPBD Garut, Aah Anwar Saefuloh, mengungkapkan bahwa hasil asesmen di sejumlah kecamatan menunjukkan banyak rumah warga mengalami kerusakan parah akibat cuaca ekstrem, namun bantuan tak juga direalisasikan.
Anggota DPRD Garut dari Fraksi PDI Perjuangan, Yudha Puja Turnawan, menjadi salah satu wakil rakyat yang melayangkan kritik keras atas lambannya respons Pemkab Garut. Yudha, yang kerap turun langsung ke lokasi bencana, mengaku sering menemukan kondisi rumah warga yang ambruk dan membutuhkan penanganan segera.
“Salah satunya ketika saya menengok rumah Pak Ujang dan Ibu Imas di Kampung Cigirang, Desa Cintanagara, Kecamatan Cigedug. Sebagian rumah mereka ambruk tertimpa longsor pada Kamis, 20 November 2025. Saat ini mereka terpaksa mengungsi ke rumah kerabat,” ungkapnya.
Yudha menilai sikap pimpinan daerah yang tidak segera mengoptimalkan anggaran BTT, sementara warga hidup dalam kondisi darurat, merupakan bentuk kelalaian yang memprihatinkan.
“Saya sangat kecewa. Anggaran BTT itu bukan untuk disimpan, tetapi untuk digunakan membantu masyarakat saat terjadi bencana. Warga Garut sedang membutuhkan, tetapi Pemkab justru terkesan menutup mata,” tegasnya.
Ia mendesak Pemkab Garut untuk segera mengambil langkah cepat dan tepat sesuai arahan Mendagri, serta memastikan setiap rupiah anggaran BTT benar-benar dipergunakan untuk keselamatan dan pemulihan warga terdampak bencana. (Hil)
