
Garut,Ruangrakyatgarut.id – Di tengah pesatnya pertumbuhan tempat makan modern dan kafe kekinian, Rumah Makan Tujuh Likur hadir sebagai oase budaya yang menawarkan pengalaman kuliner khas Sunda dalam suasana yang otentik dan menenangkan.
Berlokasi di jalan Sukerman,Kampung Ciateul,Desa Tarogong, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat, sebuah kawasan yang masih asri di Kabupaten Garut, Tujuh Likur memadukan kelezatan sajian tradisional dengan panorama alam pedesaan yang menyejukkan.
Dari kejauhan, bangunan utama rumah makan ini langsung mencuri perhatian. Dengan desain menyerupai rumah panggung khas Sunda, atap dari ijuk dan ornamen kayu yang mendominasi, pengunjung langsung disambut suasana tempo dulu yang hangat. Tak sedikit pengunjung yang merasa seperti sedang pulang kampung ke rumah kakek-neneknya di desa.
Tak hanya desain bangunan, detail interior rumah makan ini juga dirancang sedemikian rupa untuk menghidupkan kembali suasana masa lalu. Perabotan kayu, lampu gantung antik, serta berbagai elemen tradisional seperti lesung dan hiasan anyaman bambu terpajang rapi, memberikan kesan autentik yang kuat.
Di luar bangunan utama, pengunjung akan menemukan beberapa saung makan yang berdiri di atas pematang sawah. Inilah daya tarik utama Tujuh Likur. Sambil menunggu hidangan datang, pengunjung bisa menikmati semilir angin sawah, memandangi hijaunya padi yang tumbuh subur, atau sekadar mendengarkan suara alam yang alami dan menenangkan.
Menu Tradisional, Rasa Autentik
Rumah Makan Tujuh Likur mengusung konsep “back to roots” dalam sajian makanannya. Seluruh menu yang ditawarkan merupakan masakan khas Sunda yang masih dimasak secara tradisional. Di dapur utama, aroma harum dari nasi liwet yang dimasak menggunakan kayu bakar menyambut setiap pengunjung yang datang.
Beberapa menu andalan antara lain nasi liwet komplit dengan lauk ikan asin, ayam goreng kampung, tahu-tempe goreng, dan sambal terasi yang pedas dan menggigit. Ada pula pepes ikan mas, sayur asem segar, serta karedok dan lalapan lengkap yang menambah kesegaran di setiap gigitan. Minuman seperti es goyobod dan teh sereh hangat pun tersedia untuk melengkapi kenikmatan makan.
Menurut Dedi, pengelola Rumah Makan Tujuh Likur, semua bahan makanan diambil dari petani dan nelayan lokal agar kesegaran dan cita rasa tetap terjaga. “Kami ingin menyuguhkan yang terbaik, yang alami, dan yang benar-benar terasa seperti di rumah sendiri. Konsep kami adalah kembali ke alam, kembali ke akar,” ujarnya. Selasa, (27/05/2025).
Lebih dari Sekadar Tempat Makan
Tujuh Likur bukan hanya soal makanan. Lebih dari itu, tempat ini menjadi ruang pelestarian budaya Sunda. Di hari-hari tertentu, rumah makan ini menggelar pertunjukan musik tradisional seperti kecapi suling atau angklung yang dimainkan oleh seniman lokal.
Sementara,para pengunjung pun bisa belajar langsung membuat makanan tradisional seperti kue apem atau dodol dalam sesi khusus yang sering diadakan untuk kelompok atau wisatawan.
Kegiatan ini mendapat sambutan positif dari berbagai pihak, termasuk Dinas Pariwisata setempat. “Tujuh Likur memberi kontribusi besar dalam memperkenalkan budaya dan kuliner khas Garut kepada wisatawan. Ini bentuk pelestarian yang sangat kami apresiasi,” ungkap salah satu pejabat dinas terkait.
Menjadi Primadona Baru Wisata Kuliner Garut
Dalam beberapa bulan terakhir, Rumah Makan Tujuh Likur mulai ramai dikunjungi tidak hanya oleh warga lokal, tapi juga oleh wisatawan dari luar kota.
Mereka datang untuk merasakan suasana makan di alam terbuka, sekaligus menikmati makanan khas Sunda yang lezat dan autentik. Banyak pula pengunjung yang datang untuk berfoto di spot-spot instagramable yang tersebar di area rumah makan.
Dengan kombinasi antara kekuatan konsep tradisional, kualitas rasa, serta pemandangan alam yang memukau, Rumah Makan Tujuh Likur kini menjelma menjadi salah satu destinasi wisata kuliner yang patut dikunjungi di Garut.
“Tujuh Likur bukan hanya tempat makan, tapi ruang untuk kembali menyatu dengan alam dan budaya sendiri,” kata Dedi menutup perbincangan. (*)