
Garut,Ruangrakyatgarut.id – Hidup dalam sunyi dan keterbatasan, Suryana, pria berusia 62 tahun asal Kampung Cimanganten, Kabupaten Garut, kini tengah berjuang melawan penyakit kanker yang menggerogoti wajahnya. Tanpa istri, tanpa anak, dan tanpa pekerjaan karena kondisi fisik yang terus memburuk, Suryana menjalani hari-harinya dengan bergantung pada belas kasih kerabat dan tetangga sekitar.
Saat ini, ia tinggal menumpang di rumah saudaranya di Jalan Pasundan, Sukadana, Garut. Tubuhnya yang kurus dan wajahnya yang dipenuhi luka menjadi saksi bisu perjuangan panjangnya menghadapi penyakit yang terus menyiksa, baik secara fisik maupun batin.
“Sudah lama saya sakit, awalnya kecil di pipi, lama-lama membesar dan jadi seperti ini,” ujar Suryana pelan saat ditemui di kediaman saudaranya. Matanya tampak lelah, namun masih tersimpan secercah semangat untuk tetap bertahan hidup. Rabu, (18/06/2025).
Meski memiliki BPJS Kesehatan yang digunakan untuk kontrol dan pengobatan rutin ke RS Hasan Sadikin Bandung, kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya transportasi tetap menjadi tantangan besar. Jarak yang jauh dan kondisi tubuh yang lemah membuat perjalanan ke rumah sakit bukan hanya berat secara finansial, tapi juga fisik.
Tak Lagi Mampu Bekerja
Dulu, Suryana dikenal sebagai pekerja keras. Ia bekerja serabutan apa pun yang bisa dilakukan untuk menyambung hidup. Namun kini, tubuhnya tak lagi mampu diajak kompromi. Kanker telah menggerogoti sebagian besar wajahnya, menyebabkan rasa nyeri yang tak tertahankan, dan membuatnya tak bisa bekerja lagi.
Tanpa penghasilan, ia hanya bisa bergantung pada bantuan dari saudaranya yang juga hidup pas-pasan. Untuk makan sehari-hari, kadang harus menunggu uluran tangan dari tetangga atau warga yang peduli.
“Kami di rumah hanya bisa bantu seadanya. Kalau ada yang mau bantu, kami terima dengan sangat terbuka,” ujar salah satu anggota keluarga yang merawat Suryana.
Butuh Uluran Tangan dan Kepedulian Sosial
Kisah Suryana adalah potret nyata bagaimana sebagian warga lansia di Garut masih terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan keterbatasan akses layanan kesehatan. Meski pemerintah menyediakan fasilitas BPJS, namun untuk penderita penyakit kronis seperti kanker, dukungan tambahan dari masyarakat sangat dibutuhkan.
“Ini bukan sekadar soal sakit, ini tentang bertahan hidup. Pak Suryana berjuang sendirian, dan kita yang masih diberi kelengkapan hidup, harusnya bisa ikut peduli,” kata Diky Kusdian, seorang aktivis sosial yang turut memantau kasus ini.
Diky mengajak semua pihak baik individu, komunitas, organisasi sosial, maupun pemerintah daerah untuk ikut menaruh perhatian pada kondisi Suryana. Baginya, Pak Suryana tidak butuh belas kasihan, tapi butuh uluran tangan nyata yang bisa meringankan beban hidupnya.
Ajakan untuk Membantu
Bantuan dapat berupa apa saja: sembako, obat-obatan, biaya transportasi berobat, atau dukungan moril dan tenaga. Bahkan kunjungan dan doa sekalipun, menurut keluarga, sudah cukup membuat Suryana merasa tidak sendiri dalam menghadapi penyakitnya.
Bagi masyarakat yang ingin membantu, dapat langsung datang ke kediaman saudaranya di sekitar Jalan Pasundan, Sukadana – atau menghubungi pihak keluarga untuk informasi lebih lanjut.
Di tengah dunia yang semakin sibuk dan kadang acuh tak acuh, kisah Suryana adalah panggilan hati untuk kembali peduli. Di balik luka yang menganga di wajahnya, tersimpan tekad dan harapan akan kesembuhan. Mari kita buktikan bahwa kemanusiaan belum mati. Bantuan sekecil apa pun bisa menjadi cahaya dalam gelapnya perjuangan hidup Pak Suryana. (**)