
Oplus_131072
Garut,RuangRakyatGarut.id – Ketika bencana datang silih berganti di Kabupaten Garut, mulai dari kebakaran permukiman, longsor pegunungan, hingga robohnya rumah-rumah warga akibat cuaca ekstrem dan lemahnya infrastruktur, harapan masyarakat akan kehadiran pemerintah kembali dipertanyakan.
Di tengah situasi itu, seorang tokoh agama dan sosial muda asal Pamoyanan, Kelurahan Sukagalih, Kabupaten Garut, Jawa Barat,Apid Sumarsana, melontarkan kritik tajam yang menyentil nurani publik dan pejabat.
Apid dengan lugas menyoroti apa yang ia sebut sebagai “ketidakhadiran sistematis” pemerintah daerah dalam menghadapi krisis dan penderitaan rakyat. Ia menilai bahwa yang terjadi bukan sekadar kelalaian teknis, tetapi kegagalan menyeluruh dalam memahami makna pelayanan publik, khususnya di saat rakyat sedang terpuruk.
“Kita bukan bicara satu dua bencana. Kita bicara pola yang berulang: warga kehilangan rumah, hidup dalam ketidakpastian, tapi bantuan terlambat datang atau bahkan tidak datang sama sekali. Sementara itu, pejabat kita sibuk dengan agenda politik, rapat seremonial, dan proyek-proyek yang tidak menyentuh kebutuhan mendesak masyarakat,” tegas Apid saat ditemui seusai menghadiri pengajian pekanan di kampung halamannya.
Rakyat Menangis, Pemimpin Terdiam
Apid menggambarkan situasi ironis di lapangan. Ia menuturkan bagaimana warga yang terdampak bencana sering kali harus berjuang sendiri, mengandalkan solidaritas tetangga, atau sekadar pasrah pada nasib. Sementara itu, respons dari pihak pemerintah justru datang lambat atau dalam bentuk yang sangat minim.
“Berapa banyak rumah ludes terbakar di Garut tahun ini? Berapa lokasi longsor yang membuat warga terisolasi berhari-hari tanpa bantuan? Rakyat menangis, tapi seolah pemimpinnya tuli dan buta,” kata Apid penuh keprihatinan.
Ia menekankan bahwa kondisi ini bukan hanya menyangkut teknis penanganan bencana, tetapi menggambarkan krisis kepemimpinan yang serius di tingkat lokal. Menurutnya, banyak pejabat daerah kehilangan kedekatan dengan realitas masyarakat yang mereka pimpin.
Yuda Puja Turnawan, Pengecualian di Tengah Ketidakpedulian
Namun di tengah kritiknya yang pedas, Apid menyebut satu nama yang menurutnya layak menjadi contoh: Yuda Putra Turnawan, anggota DPRD Garut dari Fraksi PDI Perjuangan sekaligus Ketua DPC PDIP Kabupaten Garut. Ia menyatakan bahwa Yuda telah membuktikan diri sebagai wakil rakyat sejati yang tak hanya hadir saat kampanye, tetapi juga berada di garis depan saat bencana menimpa rakyat.
“Pak Yuda itu beda. Beliau datang bukan hanya untuk pencitraan atau sekadar dokumentasi. Beliau datang dengan membawa solusi, membawa bantuan, dan lebih penting lagi: membawa harapan. Itu saya saksikan sendiri ketika rumah kami roboh, beliau langsung datang, tanpa menunggu dilapori,” tutur Apid.
Bantuan yang Nyata, Bukan Basa-Basi
Dalam berbagai peristiwa bencana, Yuda Turnawan kerap kali menjadi sosok yang pertama hadir di lokasi. Ia membawa kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, dan perlengkapan darurat. Bahkan dalam kasus tanah longsor yang mengisolasi wilayah pedesaan, Yuda dilaporkan turun langsung bersama alat berat untuk membuka akses jalan dan mengatur distribusi bantuan bersama para relawan.
“Dia tidak duduk di balik meja, menunggu laporan. Dia turun langsung, menyapa warga, mendengar keluhan mereka. Tidak takut lumpur, tidak jijik debu. Itu pemimpin sejati,” ujar Apid.
Tidak hanya saat bencana, selama masa pandemi COVID-19 pun, Yuda disebut aktif membagikan masker, vitamin, dan sembako hingga ke pelosok desa yang selama ini kerap luput dari perhatian pemerintah pusat maupun daerah.
Pemimpin yang Bekerja dengan Nurani
Apid menggambarkan Yuda sebagai oase di tengah gurun empati yang kian tandus. Sosoknya yang sederhana, merakyat, dan responsif disebut sebagai contoh nyata bahwa politik tidak harus identik dengan kepalsuan dan kepentingan pribadi.
“Yuda adalah harapan bagi rakyat kecil. Dia menunjukkan bahwa jabatan publik bisa dimaknai sebagai alat pengabdian, bukan alat menumpuk kekayaan atau memperkuat dinasti,” ungkap Apid.
Ia pun mengimbau masyarakat untuk lebih cerdas dalam memilih pemimpin, terutama menjelang momentum politik seperti Pilkada. Menurutnya, rakyat harus memilih berdasarkan bukti, bukan janji.
“Jangan tergoda baliho. Jangan tertipu slogan. Pilih yang benar-benar sudah menunjukkan kerja dan kepedulian. Karena pemimpin itu pelayan rakyat, bukan penguasa,” tambahnya.
Ajakan untuk Menata Ulang Makna Kepemimpinan
Menutup pernyataannya, Apid menyampaikan pesan moral yang tajam namun konstruktif kepada para pejabat daerah. Ia meminta agar jabatan dipandang sebagai amanah, bukan privilege, dan agar mereka lebih banyak mendengar serta hadir langsung di tengah masyarakat.
“Kekuasaan itu bukan warisan keluarga, bukan hak istimewa. Itu amanah rakyat. Dan kalau semua pejabat berpikir seperti Yuda bekerja, menyapa, mendengar, dan menolong saya yakin Garut bisa berubah. Bukan karena proyek besar, tapi karena hati dan keikhlasan,” pungkas Apid dengan mata yang berkaca-kaca. (*)