oplus_0
Ruangrakyatgarut.id 09 Desember 2025 — Polemik penguasaan lahan Teras Cimanuk kembali memuncak setelah beredar informasi bahwa Pemerintah Kabupaten Garut berencana mengambil alih kembali kawasan yang kini dikelola pihak ketiga dan telah mendapat investasi signifikan. Mantan Bupati Garut dua periode, Drs. H. Rudy Gunawan, SH., MH., MP, yang terlibat langsung dalam proses penataan aset sejak 2015, angkat bicara mengenai riwayat panjang kawasan tersebut.
Menurut Rudy, Teras Cimanuk bukan sekadar lahan kosong yang dapat ditarik sepihak, melainkan area dengan sejarah kompleks dan status kepemilikan berlapis, termasuk jejak penggunaan oleh instansi militer dan tumpang tindih pencatatan aset di berbagai lembaga pemerintah.
Rudy menjelaskan, proses penataan aset besar-besaran dilakukan pada 2015. Dalam proses itu, Pemkab Garut memeriksa ulang seluruh aset yang sebelumnya tidak tercatat secara baik.
“Banyak aset kala itu belum clear and clean. Ada yang tercatat milik provinsi, ada yang berada di bawah Kodam atau Korem, ada pula milik kementerian. Termasuk kawasan yang kini dikenal sebagai Teras Cimanuk,” ujar Rudy.
Area tersebut juga dikenal publik setelah banjir bandang besar yang menelan korban jiwa. Sebelum ditata, kawasan itu dipenuhi bangunan liar dan tidak berfungsi dengan baik sebagai ruang publik.
Penataan Pasca-Bencana dan Masuknya Investor
Setelah banjir bandang, Pemerintah Daerah melakukan penertiban dan membuka peluang pengelolaan melalui mekanisme sewa kepada pihak ketiga. Salah satu yang mengajukan investasi adalah Anton Heryanto, yang kemudian menata kawasan tersebut sehingga tidak lagi menjadi pemukiman kumuh.
Menurut Rudy, seluruh proses dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku, terutama Permendagri 19 Tahun 2016 mengenai pengelolaan barang milik daerah.
Proses Sertifikasi dan Kepastian Status Hukum
Pada 2022–2023, sebagian lahan sekitar 7.000–8.000 m² mulai disertifikatkan menjadi aset daerah. Prosesnya mengacu pada peta eigendom dan pengecekan bahwa tanah tersebut tidak terdaftar sebagai aset provinsi maupun instansi lain.
“Kita melakukan sertifikasi karena tidak ada pencatatan yang sah di provinsi untuk lokasi tersebut. Setelah diverifikasi, barulah dilakukan pengusulan sertifikat,” jelas Rudy.
Rencana Pengambilalihan untuk RSUD dan Pertanyaan Besar Soal Etika Pemerintahan
Belakangan mencuat rencana Pemkab Garut untuk menarik kembali penguasaan lahan dengan alasan pengembangan fasilitas RSUD dr. Slamet. Namun langkah tersebut menuai kritik karena dinilai dilakukan tanpa kejelasan hukum dan komunikasi yang memadai kepada penyewa.
Rudy menegaskan bahwa pemerintah harus mematuhi aturan:
1. Penyewa berhak mengajukan perpanjangan sewa hingga 4 bulan sebelum masa kontrak habis.
2. Pemerintah wajib memberi kepastian secara tertulis, bukan tindakan mendadak.
3. Bila ada penarikan lahan, harus ada kompensasi atau skema penyelesaian yang adil terhadap investor.
“Kalau penyewa sudah mengajukan perpanjangan enam bulan sebelumnya, tetapi tidak ditanggapi, itu jadi persoalan administrasi dan etika pemerintahan,” tutur Rudy.
Aspek Tata Ruang dan Mitigasi: Tidak Bisa Dibangun Semena-Mena
Rudy juga mengingatkan bahwa kawasan itu berada di zona rawan dekat aliran sungai Cimanuk. Karena itu, sejak awal tidak diperbolehkan membangun bangunan permanen di bibir sungai. Solusi yang pernah ditempuh adalah pembangunan hotel kontainer, yang secara teknis lebih aman.
Dua Sisi Kepentingan: Layanan Publik vs Kepercayaan Investor
Polemik Teras Cimanuk kini berada di antara dua kepentingan:
Alasan Pemda Mengambil Alih
Penguatan fasilitas RSUD
Penataan ruang publik yang lebih luas
Pengembangan fasilitas parkir atau layanan kesehatan
Kekhawatiran Investor dan Publik
Pengambilalihan sepihak merusak iklim investasi
Investor kehilangan modal tanpa perlindungan
Ketidakpastian hukum menimbulkan gejolak sosial
Publik menilai Pemda tidak konsisten dalam pengelolaan aset
Rekomendasi Mantan Bupati Rudy Gunawan
Rudy menyarankan empat langkah besar untuk mengakhiri polemik:
1. Audit dokumen secara terbuka: sertifikat, peta eigendom, dan dokumen sewa.
2. Dialog publik melibatkan seluruh pemangku kepentingan: Pemda, BPN, TNI, investor, RSUD, dan masyarakat.
3. Pastikan kepatuhan terhadap Permendagri: termasuk proses perpanjangan dan mekanisme pemutusan kontrak.
4. Rancang solusi win–win: kompensasi, relokasi, atau kerja sama lanjutan bila lahan memang dibutuhkan untuk fasilitas publik.
Penutup
Polemik Teras Cimanuk tidak sekadar soal penguasaan aset, tetapi menyangkut integritas tata kelola pemerintahan, kepastian hukum, dan kepercayaan investor. Penjelasan mantan Bupati Garut dua periode, Rudy Gunawan, membuka kembali fakta sejarah dan prosedur yang harus dipatuhi agar polemik ini tidak berkembang menjadi konflik berkepanjangan.
