
Garut,Ruangrakyatgarut.id – Dugaan maraknya praktik parkir liar di berbagai titik strategis di Kabupaten Garut kembali memicu keprihatinan publik. Kali ini, sorotan datang dari Aktivis Muda Pemerhati Kebijakan Publik, Iwan Setiawan, yang menilai bahwa praktik tersebut bukan hanya persoalan teknis semata, melainkan telah berkembang menjadi cerminan kegagalan tata kelola pemerintah daerah, khususnya Dinas Perhubungan (Dishub) Garut.
Dalam wawancara eksklusif yang dilakukan pada. Jum’at pagi, (04/07/2025), Iwan menyebut bahwa praktik parkir liar yang semakin menjamur tidak dapat dilepaskan dari lemahnya sistem pengawasan dan penegakan aturan. Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Garut terkesan tutup mata terhadap persoalan yang dampaknya langsung dirasakan masyarakat luas.
“Ini bukan persoalan baru. Kita sudah lama melihat parkir liar beroperasi di pinggir-pinggir jalan, pasar, terminal, bahkan di area publik yang mestinya steril. Tapi tak ada tindakan nyata. Pemerintah seolah membiarkan. Ini jelas pembiaran sistematis,” tegas Iwan.
Parkir Liar dan Ancaman Kebocoran PAD
Lebih jauh, Iwan menjelaskan bahwa praktik liar ini bukan hanya merugikan masyarakat dari sisi pelayanan, tapi juga berdampak langsung terhadap potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ia mengungkapkan bahwa retribusi parkir seharusnya menjadi salah satu sumber penerimaan daerah, namun justru bocor karena dikelola secara tidak transparan dan tak terstruktur.
“Kalau parkir dikelola dengan benar, PAD bisa naik. Tapi jika dikuasai oknum liar, maka uang masuk ke kantong pribadi, bukan ke kas daerah. Ini perampokan kecil-kecilan yang terus dibiarkan,” tambahnya.
Iwan juga menyoroti tidak adanya keterbukaan informasi publik mengenai data retribusi parkir. Ia menilai, Dishub Garut selama ini pasif dan tidak pernah menyampaikan secara berkala terkait realisasi, titik lokasi resmi, dan siapa pihak pengelolanya.
“Publik punya hak tahu. Tapi kenyataannya, Dishub sangat tertutup. Tidak ada laporan terbuka, bahkan titik-titik parkir resmi pun tak jelas,” ungkapnya.
Kritik Tajam ke Dishub: Diminta Tidak Hanya Duduk di Belakang Meja
Sorotan tajam juga diarahkan langsung ke jajaran Dinas Perhubungan Garut yang menurut Iwan sudah terlalu lama berada dalam zona nyaman tanpa menunjukkan inovasi dan langkah konkret.
“Dishub itu bukan hanya urus lampu merah dan marka jalan. Mereka punya tanggung jawab terhadap pengaturan ruang publik dan sistem transportasi. Tapi nyatanya, mereka hanya duduk di balik meja, tidak ada gregetnya,” cetus Iwan.
Ia menilai, Dishub harus keluar dari pola kerja lama yang cenderung administratif dan mulai mengambil peran aktif di lapangan. Salah satunya dengan mengintensifkan patroli pengawasan dan melakukan evaluasi total terhadap sistem perparkiran.
Desakan Reformasi Tata Kelola dan Digitalisasi Sistem Parkir
Sebagai solusi, Iwan mendorong reformasi menyeluruh pada sistem pengelolaan parkir, termasuk percepatan digitalisasi untuk mencegah manipulasi dan memperkuat akuntabilitas. Menurutnya, sistem parkir manual sudah terlalu banyak celah dan rentan disalahgunakan.
“Kalau masih mengandalkan karcis kertas dan tulisan tangan, itu usang. Zaman sekarang, semua harus berbasis aplikasi. Bahkan kota-kota kecil pun sudah mulai digitalisasi parkir. Kenapa Garut tertinggal terus?” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya pelibatan pihak ketiga yang kredibel, namun tetap di bawah pengawasan ketat oleh pemerintah daerah agar tidak terjadi monopoli atau permainan baru di balik sistem yang katanya diperbarui.
Pendekatan Humanis: Program Alih Profesi untuk Juru Parkir Liar
Dalam kesempatan yang sama, Iwan menyuarakan bahwa penyelesaian masalah ini tidak cukup hanya dengan tindakan represif seperti penertiban semata. Ia mengusulkan agar Pemkab Garut juga merancang pendekatan yang lebih manusiawi bagi para juru parkir liar yang selama ini menggantungkan penghidupan dari pungutan tak resmi.
“Kita tidak bisa memusuhi mereka semua. Banyak di antara mereka hanya korban keadaan. Maka solusinya, berikan pelatihan, bimbingan usaha, dan fasilitas akses program UMKM. Berdayakan mereka agar bisa beralih profesi dengan bermartabat,” jelasnya.
Namun demikian, ia juga menegaskan bahwa upaya pendekatan humanis tidak boleh menjadi alasan pembiaran jika pada akhirnya pelanggaran tetap dilakukan.
“Sudah diberi peluang tapi tetap melanggar? Ya harus ditindak. Tapi jangan langsung main gebuk tanpa solusi,” imbuhnya.
Minta Bupati Garut Turun Tangan Langsung
Menutup pernyataannya, Iwan meminta Bupati Garut untuk tidak menyerahkan sepenuhnya persoalan ini kepada instansi teknis saja. Ia berharap, kepala daerah harus memberikan atensi dan arahan strategis agar masalah parkir liar tidak terus jadi borok tahunan yang tak kunjung sembuh.
“Ini momentum bagi Bupati untuk menunjukkan keberpihakan pada tata kelola yang bersih. Jangan cuma unggul dalam pencitraan, tapi berani bersikap terhadap hal-hal konkret yang merugikan rakyat,” tandasnya.
Menurut Iwan, isu parkir liar di Garut hari ini bukan sekadar persoalan dua ribuan di jalan, tetapi telah menjelma sebagai indikator krisis kepercayaan terhadap tata kelola publik yang baik.
“Publik itu cerdas. Mereka tahu mana pemerintah yang sungguh-sungguh, mana yang hanya jago janji. Kalau Pemkab Garut tidak bergerak cepat, maka rasa percaya itu bisa hilang. Dan itu lebih berbahaya dari kebocoran PAD,” tutupnya. (*)