
Garut,Ruangrakyatgarut.id – Seiring dengan gencarnya pemerintah menggaungkan program pengentasan kemiskinan dan keadilan sosial, nasib keluarga Kusnadi, warga RT 02 RW 09 Kelurahan Kota Kulon, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut, Jawa Barat menjadi tamparan keras bagi sistem distribusi bantuan sosial yang selama ini dijalankan. Hidup dalam kondisi serba kekurangan dan sakit-sakitan, Kusnadi justru tak pernah tercatat sebagai penerima bantuan pemerintah.
Rumah Kusnadi berdiri di atas tanah sempit, berdinding bilik bambu yang sudah rapuh dimakan usia. Di dalamnya, ia tinggal bersama istri dan seorang anak remajanya. Tak ada ranjang empuk, hanya selembar tikar lusuh tempat ia berbaring karena kondisi kesehatannya yang kian memburuk. Belasan tahun hidup dalam kesulitan, tak sekalipun bantuan dari pemerintah menyentuh rumah itu.
“Setahu kami, keluarga ini memang hidup sangat susah. Tapi setiap ada pendataan bantuan, mereka tidak pernah terdata. Padahal kondisi mereka jauh lebih parah daripada yang lain,” ujar salah satu warga sekitar saat ditemui media, Selasa malam, (27/05/2025).
Senada, warga lainnya mengungkapkan kekecewaannya terhadap sistem bantuan yang dianggap tidak adil. “Ada yang rumahnya bagus, punya kendaraan bermotor, bahkan bisa jalan-jalan, tapi tetap dapat bantuan sosial. Sementara Pak Kusnadi yang benar-benar butuh, tidak pernah dapat,” katanya geram.
Isu Keakuratan Data dan Dugaan Nepotisme
Kisah Kusnadi memicu gelombang kritik terhadap proses pendataan dan distribusi bantuan sosial di Garut Kota. Banyak pihak menilai ada persoalan mendasar yang belum terselesaikan, yaitu tidak akuratnya data penerima manfaat serta minimnya pelibatan masyarakat dalam proses verifikasi dan validasi data.
“Bisa jadi ini akibat kelalaian sistem. Tapi lebih menyedihkan kalau memang ada unsur kesengajaan dalam pengabaian seperti ini,” ujar seorang pemerhati sosial dari salah satu LSM lokal. Menurutnya, proses verifikasi dan pendataan yang dilakukan secara tertutup dan tidak melibatkan tokoh-tokoh lingkungan membuat bantuan justru salah sasaran.
Ia menilai, kasus Kusnadi bukan kasus tunggal, melainkan representasi dari banyak warga miskin lain yang luput dari perhatian pemerintah, karena lemahnya basis data yang digunakan dan kuatnya aroma kepentingan serta pilih kasih dalam proses seleksi.
Respons Pemerintah: Akan Segera Ditindaklanjuti
Menanggapi hal tersebut, Camat Garut Kota, Rena Sudrajat, S.Sos., M.Si., akhirnya angkat suara. Ia mengatakan telah menerima laporan mengenai kondisi Kusnadi dan langsung berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.
“Besok kami telah tugaskan Kasi Kesra Kecamatan, Lurah Kota Kulon, serta pihak dari Dinas Sosial untuk langsung turun ke lapangan menemui keluarga Pak Kusnadi. Langkah ini menjadi awal agar beliau bisa segera didorong masuk dalam daftar penerima bantuan yang layak,” terang Rena kepada media. Selasa malam, (27/05/2025).
Ia juga mengakui bahwa proses pendataan terkadang tidak sempurna, namun pemerintah kecamatan akan berupaya mendorong verifikasi ulang bagi warga-warga yang terindikasi belum tersentuh bantuan meskipun memenuhi kriteria.
“Kami terbuka terhadap masukan warga. Sistem kita memang butuh banyak pembenahan, tapi tidak ada niat untuk menutup-nutupi. Justru kami butuh peran aktif masyarakat agar ke depan pendataan lebih valid,” tambahnya.
Harapan di Tengah Keterbatasan
Di sisi lain, Kusnadi dan keluarganya tetap memelihara harapan meski dalam kondisi serba terbatas. “Bukan kami tidak mau berusaha. Tapi bagaimana caranya? Saya sakit, tidak bisa kerja. Anak saya masih sekolah, kami benar-benar butuh uluran tangan,” kata Kusnadi dengan suara lirih.
Sementara istrinya, yang sehari-hari merawat Kusnadi dan berusaha memenuhi kebutuhan rumah tangga seadanya, mengatakan bahwa yang mereka butuhkan bukan belas kasihan, melainkan perhatian dan keadilan.
“Kami hanya ingin hidup seperti orang lain. Bisa makan layak, tinggal di rumah yang tidak bocor, dan anak bisa melanjutkan sekolah tanpa takut putus di tengah jalan.”
Kesimpulan: Sebuah Cermin Realitas Sosial
Kisah keluarga Kusnadi adalah potret nyata bagaimana masih banyak warga yang terpinggirkan dari radar perhatian pemerintah. Ketika indikator makroekonomi dan data statistik menunjukkan penurunan angka kemiskinan, kenyataan di lapangan masih menyisakan jutaan Kusnadi lain yang terjebak dalam lorong gelap kemiskinan ekstrem.
Perlu reformasi sistemik dalam proses pendataan dan distribusi bantuan sosial, termasuk pelibatan aktif RT, RW, dan tokoh masyarakat dalam setiap verifikasi lapangan. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi fondasi agar keadilan sosial benar-benar hadir, tidak hanya sebagai slogan semata. (*)