
Garut,Ruangrakyatgarut.id – Krisis listrik kembali mencuat di Kecamatan Pameungpeuk,Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemadaman bergilir yang terjadi tanpa pemberitahuan resmi telah memicu gelombang keluhan dari warga.
Tak hanya mengganggu kenyamanan, kondisi ini dianggap mencerminkan lemahnya perhatian pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) terhadap aspirasi masyarakat di wilayah selatan Garut tersebut.
Dalam beberapa pekan terakhir, pemadaman terjadi hampir setiap hari. Listrik padam mendadak pada pagi, siang, hingga malam hari. Tidak sedikit warga yang mengaku kehabisan kesabaran karena merasa tidak dihargai oleh institusi yang seharusnya memberikan pelayanan dasar secara profesional dan bertanggung jawab.
“Listrik mati tiba-tiba tanpa pemberitahuan. Kami tidak tahu kapan hidup lagi. Usaha saya sering terhenti, kulkas mati, bahan makanan rusak. Ini bukan cuma soal terang atau gelap, tapi menyangkut ekonomi kami,” ujar Dedi (42), pedagang es krim di wilayah Pameungpeuk kota.
Rasa Takut dan Kekecewaan Menyebar
Selain pelaku usaha, warga biasa pun merasakan dampak yang serius. Anak-anak kesulitan belajar di malam hari, pelayanan kesehatan terganggu, dan sejumlah perangkat elektronik milik warga rusak karena padam-nyala mendadak.
“Kami takut menyalakan peralatan rumah tangga. Kadang hidup, lalu mati tiba-tiba. Rice cooker rusak, televisi saya hangus. Tapi tak pernah ada ganti rugi dari PLN,” keluh Nurlela (37), ibu rumah tangga di Desa Mandalakasih.
Kekecewaan masyarakat semakin dalam karena tidak ada komunikasi terbuka dari pihak PLN terkait alasan padamnya listrik. Tidak ada pengumuman resmi, baik melalui pengeras suara, media sosial, ataupun kanal informasi lainnya.
“Kalau kami protes, jawabannya standar: sedang ada gangguan. Tapi gangguan ini seperti tak kunjung selesai. Masa iya PLN tidak mampu mengatasi masalah rutin selama berbulan-bulan?” kata Hendra, aktivis pemuda setempat.
Infrastruktur Tak Layak dan Minim Perbaikan
Kondisi fisik infrastruktur kelistrikan di beberapa desa terlihat memprihatinkan. Di beberapa titik, tiang listrik condong dan terlihat rapuh. Kabel listrik menjuntai rendah di pinggir jalan, bahkan melewati atap rumah warga, menimbulkan potensi bahaya.
“Ini seperti bom waktu. Kalau terus dibiarkan, bisa saja suatu hari ada kabel putus dan membahayakan jiwa warga,” kata Asep, tokoh masyarakat di wilayah Cikopo.
Keluhan demi keluhan sudah disampaikan. Namun, warga mengaku tak pernah melihat perbaikan nyata atau peningkatan kualitas layanan.
Respons PLN Dinilai Tidak Memadai
Hingga berita ini ditulis, pihak PLN belum memberikan penjelasan terbuka yang meyakinkan. Warga menduga, lemahnya respons menunjukkan bahwa suara mereka mulai diabaikan atau dianggap tidak penting karena berada di wilayah pinggiran.
“Kami seperti warga kelas dua. Listrik di pusat kota menyala lancar, giliran ke selatan seperti tidak dianggap. Padahal kami juga bayar tagihan tiap bulan,” tutur Lina, warga Desa Paas dengan nada kesal.
Para tokoh masyarakat dan perangkat desa pun mendesak agar PLN Pameungpeuk segera membuka forum dialog atau audiensi langsung untuk menjelaskan kondisi sebenarnya dan menyampaikan langkah-langkah konkret perbaikan ke depan.
Butuh Tindakan Nyata, Bukan Janji
Warga menuntut agar ada audit menyeluruh terhadap sistem kelistrikan di Pameungpeuk. Mereka berharap ada keterlibatan DPRD Kabupaten Garut, Ombudsman, maupun lembaga pengawasan pelayanan publik lainnya agar masalah ini tidak berlarut-larut
“Kami tidak mau dijanjikan saja. Kami butuh tindakan nyata, perbaikan segera, dan keterbukaan informasi. Jangan biarkan suara rakyat terus dipinggirkan,” tegas Iwan Hermawan, ketua salah satu paguyuban warga.
Di sisi lain bagi warga Pameungpeuk, listrik bukan hanya soal kenyamanan, melainkan fondasi kehidupan harian dari dapur rumah tangga hingga jantung aktivitas usaha kecil. Ketika listrik terus padam dan suara mereka tak lagi digubris, yang padam bukan hanya lampu, tetapi juga harapan.
PLN diharapkan tidak lagi bermain dalam ruang sunyi birokrasi dan laporan formal, tetapi hadir nyata di lapangan. Sebab, pelayanan listrik adalah hak publik. Dan hak itu kini sedang mereka perjuangkan dengan sabar yang mulai menipis. (**)