
Ruangrakyatgarut.id – Komisi IV DPRD Kabupaten Garut menerima audiensi dari Barisan Santri Jawa Barat (BASJAB) bersama Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Pendidikan (Disdik), serta Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Senin (6/10/2025). Dalam pertemuan tersebut, Anggota Komisi IV DPRD Garut, Yudha Puja Turnawan, menegaskan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) masih menyimpan banyak persoalan mendasar yang berpotensi membahayakan kesehatan peserta didik.
Dalam kesempatan tersebut, BASJAB menyampaikan sejumlah aspirasi, di antaranya menuntut pemerintah memiliki niat baik dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan MBG. Mereka menekankan perlunya standar izin serta kelayakan Sentra Produksi Pangan Gizi (SPPG) agar benar-benar nyata di lapangan. Selain itu, BASJAB meminta keterlibatan semua pihak, termasuk UMKM, dalam mendukung program ini.
BASJAB juga mendesak DPRD Garut membuat nota pimpinan kepada Bupati agar SPPG yang belum memenuhi syarat dihentikan operasionalnya. Lebih jauh, mereka meminta tata kelola MBG dirumuskan dengan melibatkan masyarakat sebagai pengawas independen.
Menurut Yudha, hingga kini MBG belum memiliki landasan hukum yang jelas. “Belum ada petunjuk pelaksanaan maupun teknis resmi, bahkan peraturan presiden apalagi undang-undang juga belum tersedia. Satgas baru dibentuk pada 31 Juli 2025, sementara rapat koordinasi pertama baru digelar pada 22 September 2025. Jadi, ini memang belum siap secara regulasi,” tegasnya.
Selain regulasi, Yudha juga menyoroti besarnya anggaran yang sudah digelontorkan pemerintah pusat. Tahun anggaran 2025 sebesar Rp71 triliun dan akan melonjak menjadi Rp335 triliun pada 2026. Namun, tata kelola anggaran tersebut dinilainya masih jauh dari transparan dan akuntabel.
Di lapangan, pelaksanaan MBG pun tidak lepas dari masalah. Yudha mengungkapkan, inspeksi ke salah satu Sentra Produksi Pangan Gizi (SPPG) di Celaguni justru ditolak dengan alasan SOP pusat. “Dinas di daerah, baik Puskesmas maupun Dinkes, bahkan tidak pernah diajak koordinasi. Sampai sekarang SPPG di Garut belum memiliki Sertifikat Laik Higienis Sanitasi (SLHS). Ini sangat rawan,” ujarnya.
Lebih jauh, Yudha mengingatkan adanya temuan air tercemar E.coli di wilayah Puskesmas Bayombong dan Samarang. Ia khawatir jika MBG tetap dipaksakan tanpa standar higienitas yang ketat, keselamatan siswa penerima program justru terancam. “Keselamatan rakyat harus menjadi hukum tertinggi Salus Populi Suprema Lex Esto. Jangan sampai niat baik pemerintah malah membahayakan anak-anak kita,” katanya.
Sebagai solusi, Yudha mendorong langkah tegas seperti yang dilakukan Pemkot Surabaya yang menolak operasional MBG sebelum adanya SLHS. Ia juga mendesak Presiden Prabowo Subianto segera menerbitkan regulasi setingkat perpres atau undang-undang untuk memperjelas tata kelola MBG.
Di akhir penyampaian, Yudha menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat sipil, termasuk BASJAB, sebagai pengawas independen. “DPRD, Pemkab, lintas instansi, hingga masyarakat harus dilibatkan secara serius agar program ini benar-benar memberikan manfaat tanpa mengorbankan keselamatan generasi penerus bangsa,” pungkasnya. (Hil)