
Garut,Ruangrakyatgarut.id – Musibah longsor tambang pasir di Kawasan Gunung Guntur, tepat pada pukul 11’00 di Blok Seureuh Jawa, Kelurahan Pananjung, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, Jawa Barat kembali membuka lembaran kelam terkait penambangan ilegal yang merusak lingkungan sekaligus membahayakan keselamatan manusia. Dalam peristiwa tersebut, satu korban jiwa, Hendi (43 tahun), meninggal dunia akibat tertimbun longsor material tambang yang tidak terkontrol.
Tedi Sutardi, Ketua Lingkungan Perkumpulan Anak Bangsa (LIBAS), menyatakan keprihatinan mendalam sekaligus mengecam keras kondisi yang mengakibatkan tragedi tersebut. Ia menyebut bahwa kejadian ini bukan hanya soal kecelakaan kerja biasa, melainkan bukti nyata lemahnya pengawasan dan penegakan hukum yang selama ini berlangsung terhadap aktivitas penambangan pasir ilegal di wilayah tersebut.
“Ini merupakan cerminan kegagalan aparat dalam menjalankan tugas pengawasan lingkungan dan penegakan aturan,” ujar Tedi saat ditemui di Garut, Senin (26/05/2025).
Dia menambahkan, praktik penambangan yang tidak sesuai prosedur dan tanpa izin resmi telah berlangsung bertahun-tahun, bahkan meskipun sudah ada laporan masyarakat sejak tahun 2019, tidak ada tindakan nyata dari aparat hukum.
Menurut Tedi, kawasan Gunung Guntur yang berdekatan dengan lokasi longsor merupakan kawasan cagar alam yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Selain itu, aktivitas tersebut juga melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, serta UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menegaskan bahwa kerusakan lingkungan harus dilaporkan dan ditindaklanjuti.
Lebih jauh, Tedi menilai bahwa metode penambangan yang diterapkan di lokasi tersebut sangat tidak aman dan berpotensi menyebabkan kecelakaan. Penggalian material pasir dan batuan dilakukan secara manual dengan alat seadanya, tanpa memperhatikan aspek keselamatan kerja.
Di lain sisi,truk pengangkut pasir bahkan kerap melakukan penggalian dari bagian atas tebing tambang dan menurunkan material secara sembarangan, yang sangat rentan memicu longsor.
“Cara penggalian seperti ini sangat membahayakan nyawa para pekerja dan masyarakat sekitar. Ini bukannya hanya soal hukum, tapi juga soal kemanusiaan,” tambahnya.
Selain faktor keselamatan, Ketua LIBAS juga mengingatkan tentang dampak ekologis yang semakin parah akibat aktivitas tambang ilegal yang dibiarkan begitu saja. Penambangan liar menyebabkan kerusakan hutan, hilangnya fungsi kawasan konservasi, dan mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada di sekitar Gunung Guntur.
Tedi mengungkapkan adanya dugaan keterlibatan oknum-oknum yang diduga membekingi praktik penambangan ilegal ini sehingga terus beroperasi meskipun jelas merugikan lingkungan dan masyarakat.
Oleh karena itu, ia mendesak Gubernur Jawa Barat beserta aparat penegak hukum seperti polisi dan TNI untuk segera mengambil langkah tegas dalam memberantas tambang ilegal di kawasan tersebut.
“Jika dibiarkan terus-menerus, tidak hanya akan merusak lingkungan secara masif, tetapi juga meningkatkan risiko bencana yang lebih besar di masa mendatang. Pemerintah dan aparat harus berani bertindak, termasuk menutup semua tambang ilegal dan memproses secara hukum pelakunya,” tegas Tedi.
Respons masyarakat sekitar pun semakin menguat terhadap perlunya tindakan serius. Warga mengaku sudah lama merasakan dampak buruk dari aktivitas tambang tersebut, mulai dari rusaknya lingkungan hingga ancaman keselamatan akibat seringnya terjadi longsor dan getaran alat berat.
“Kami ingin hidup aman dan lingkungan terjaga, tapi sampai sekarang belum ada solusi konkrit dari pemerintah. Korban sudah jatuh, kami tidak ingin ada lagi yang jadi korban,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Kasus longsor tambang pasir Babakan Dukuh ini menjadi perhatian serius di tengah upaya perlindungan lingkungan hidup di Garut. Diperlukan sinergi kuat antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan masyarakat untuk menghentikan penambangan ilegal yang merusak sekaligus menegakkan hukum secara adil.
Tedi Sutardi menutup pernyataannya dengan harapan agar tragedi ini menjadi momentum bagi pemerintah dan aparat untuk memperbaiki sistem pengawasan serta penindakan terhadap praktik-praktik ilegal yang selama ini merusak masa depan lingkungan dan keselamatan rakyat.
Hingga berita ini di turunkan, korban di evakuasi ke Rumah Sakit Umum (RSU), dr. Slamet Garut. (*)