
Oplus_131072
Garut,Ruangrakyatgarut.id – Kasus kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh kondisi jalan rusak kembali terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Banyak pengendara motor maupun mobil yang menjadi korban akibat jalan berlubang, rusak parah, bahkan tidak diberi rambu atau tanda peringatan apa pun. Kondisi ini tidak hanya mengancam keselamatan pengguna jalan, tetapi juga menunjukkan lemahnya tanggung jawab pemerintah sebagai penyelenggara jalan.
Dalam pandangan hukum, masyarakat yang menjadi korban akibat jalan rusak sebenarnya memiliki hak yang kuat untuk menuntut pihak penyelenggara jalan. Hal ini diatur jelas dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Penyelenggara Jalan Wajib Utamakan Keselamatan
Menurut Pasal 24 ayat (1) UU LLAJ, penyelenggara jalan, baik pemerintah pusat maupun daerah, wajib segera dan dengan cepat memperbaiki jalan yang rusak untuk menjamin keselamatan dan kelancaran lalu lintas. Apabila perbaikan belum dapat dilakukan, maka pihak penyelenggara wajib memasang rambu atau tanda peringatan di lokasi tersebut agar masyarakat tetap waspada dan dapat menghindari bahaya.
Namun, realita di lapangan menunjukkan sebaliknya.
Banyak ruas jalan yang rusak dan berlubang dibiarkan begitu saja tanpa perbaikan dan tanpa ada papan peringatan. Ketika kecelakaan terjadi, tidak ada mekanisme yang jelas dari pemerintah untuk bertanggung jawab langsung kepada korban.
Bisa Dikenakan Sanksi Pidana
Ketentuan lebih tegas tertuang dalam Pasal 273 ayat (1) UU LLAJ yang menyebutkan bahwa penyelenggara jalan yang lalai dan menyebabkan kecelakaan lalu lintas dapat
dikenakan sanksi pidana.
Pasal ini memberikan landasan hukum bagi masyarakat untuk melaporkan penyelenggara jalan ke aparat penegak hukum jika terbukti kelalaiannya mengakibatkan korban luka atau bahkan meninggal dunia.
Dalam hal ini, kelalaian bisa berupa:
Tidak memperbaiki jalan yang rusak
Tidak memberikan tanda peringatan
Tidak menindaklanjuti laporan dari masyarakat terkait kondisi jalan
“Ini bukan hanya soal etika atau pelayanan publik. Ini menyangkut nyawa dan keselamatan warga. Kalau ada korban jatuh atau meninggal karena jalan rusak yang tidak diberi peringatan, pemerintah bisa dituntut, baik secara pidana maupun perdata,” ujar Rian Sofyan,SH.,MH. seorang praktisi hukum di Garut.
Masyarakat Bisa Ajukan Gugatan
Lebih lanjut, masyarakat korban kecelakaan akibat jalan rusak juga dapat mengajukan
gugatan perdata ke pengadilan untuk menuntut ganti rugi, baik secara materiil
maupun immateriil. Ganti rugi ini bisa
Meliputi:
Biaya pengobatan dan perawatan
Kerusakan kendaraan
Kehilangan pendapatan atau pekerjaan
Penderitaan fisik dan mental
Gugatan ini bisa diajukan oleh korban secara pribadi atau melalui bantuan kuasa hukum.
Dalam banyak kasus di negara lain, praktik ini sudah berjalan dengan baik, di mana pemerintah bertanggung jawab atas kerusakan jalan yang merugikan warganya.
Kesadaran Hukum Perlu Ditingkatkan
Sayangnya, di Indonesia, kesadaran masyarakat terhadap hak-haknya dalam hal ini masih tergolong rendah. Banyak korban yang memilih diam karena tidak tahu harus mengadu ke mana, atau merasa tidak punya daya untuk menuntut pemerintah.
Pemerintah sebagai penyelenggara jalan juga sering kali menghindar dari tanggung jawab, dengan dalih anggaran terbatas atau belum adanya rencana perbaikan. Padahal, dalam konteks hukum, tidak ada alasan yang dapat membenarkan kelalaian terhadap keselamatan publik.
“Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka akan selalu ada korban baru. Sudah saatnya masyarakat bersuara dan menggunakan jalur hukum sebagai cara menuntut tanggung jawab negara,” lanjut Taupik.
Desakan untuk Evaluasi dan Tindakan Nyata
Berbagai elemen masyarakat, termasuk LSM, advokat, hingga aktivis sosial, mendesak pemerintah daerah untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi infrastruktur jalan di wilayahnya.
Di sisi lain,mereka juga meminta agar pemerintah proaktif dalam melakukan pemeliharaan jalan, memasang rambu peringatan di titik-titik berbahaya, serta menanggapi laporan dari warga secara cepat dan transparan.
Jalan yang aman dan layak bukanlah kemewahan, melainkan hak dasar setiap warga negara. Bila pemerintah lalai, maka masyarakat memiliki hak untuk melawan melalui jalur hukum yang tersedia. (*)