
Oplus_0
Garut,Ruangrakyatgarut.id – Ketika euforia pelantikan Bupati Garut definitif masih segar dalam ingatan, masyarakat berharap akan muncul perubahan nyata yang mampu menjawab tumpukan persoalan di berbagai sektor: dari birokrasi yang lamban, pembangunan yang timpang, hingga pelayanan publik yang masih jauh dari harapan. Namun kenyataan di lapangan berbicara lain: hingga beberapa bulan berlalu, geliat perubahan itu nyaris tak terasa.
Kondisi inilah yang mendorong Ketua Umum Gerakan Pemuda Masyarakat Peduli Bangsa (GPMPB) angkat bicara.
Dalam pernyataan resmi yang disampaikan kepada media, GPMPB menilai kepemimpinan Bupati Garut saat ini belum menunjukkan arah, kecepatan, dan keberanian dalam mengambil langkah-langkah strategis yang semestinya dilakukan sejak awal menjabat.
“Rakyat sudah terlalu sering diberi harapan, tapi bukan harapan yang mereka perlukan melainkan kepemimpinan yang tegas, kerja nyata, dan hasil konkret. Sayangnya, sampai hari ini, itu belum terlihat,” tegas Ketua GPMPB. Jum’at (11/07/2025).
Rotasi dan Mutasi yang Mandul
Salah satu sorotan utama adalah soal lambatnya rotasi dan mutasi pejabat struktural. Di tengah kebutuhan mendesak akan penyegaran birokrasi dan penempatan sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas, Bupati justru terkesan terlalu hati-hati, bahkan pasif.
“Rotasi bukan sekadar urusan administratif. Itu adalah cara Bupati menunjukkan keberpihakan kepada profesionalisme dan reformasi birokrasi. Tapi yang terjadi? Diam. Nyaris tidak ada gebrakan. Ini alarm bahwa Bupati belum benar-benar mengendalikan ruang strategisnya,” ujar GPMPB dengan nada kecewa.
Birokrasi tanpa arah adalah cermin kepemimpinan tanpa keberanian. Ketika pejabat-pejabat tidak digerakkan berdasarkan kinerja dan loyalitas terhadap visi daerah, maka yang lahir adalah mesin pemerintahan yang stagnan, lambat, dan kehilangan semangat inovasi.
Kunjungan Seremoni Tanpa Substansi
Bupati Garut juga dinilai terlalu sering tampil di lapangan dalam bentuk kunjungan-kunjungan yang bersifat seremonial tanpa evaluasi dan kebijakan turunan. GPMPB menyebut aktivitas tersebut sebagai “politik citra tanpa arah”.
“Apa hasil dari setiap kunjungan itu? Apakah lahir kebijakan konkret, program baru, atau inovasi yang menyentuh rakyat bawah? Tidak ada! Ini bukan soal hadir di tengah masyarakat, tapi soal menindaklanjuti kunjungan dengan solusi nyata. Jangan hanya hadir untuk foto dan sorak sorai, tapi diam saat rakyat butuh jawaban,” sindir GPMPB tajam.
Bupati Tidak Paham Mandatnya?
Hal yang paling disayangkan adalah ketika Bupati Garut menyampaikan kepada publik bahwa dirinya belum bisa berbuat banyak karena anggaran yang digunakan masih berasal dari perencanaan Penjabat Bupati sebelumnya. Bagi GPMPB, ini adalah pernyataan yang membahayakan integritas dan pemahaman dasar tentang fungsi kepala daerah.
“Pernyataan itu bukan saja menunjukkan kurangnya kesiapan, tapi juga melemahkan legitimasi kepemimpinan. Rakyat memilih bupati bukan untuk mendengar keluhan, tapi untuk melihat tindakan. Anda adalah pengendali kebijakan, bukan pengamat anggaran,” tegas GPMPB.
Seorang pemimpin yang berjiwa besar tidak akan menggunakan masa lalu sebagai tameng untuk ketidaktegasan hari ini. Ia justru menjadikan keterbatasan sebagai medan pembuktian bahwa ia layak memimpin.
Desakan Terbuka: Garut Butuh Pemimpin, Bukan Penonton
Melalui pernyataan ini, GPMPB secara terbuka mendesak Bupati Garut untuk:
Segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh perangkat daerah, termasuk kepala dinas, camat, dan pejabat struktural lainnya. Yang tidak mampu bekerja, harus segera diganti.
Realisasikan janji politik yang disampaikan saat kampanye. Janji bukan hiasan retorika, tapi kontrak moral kepada rakyat.
Bertindak tegas dan visioner. Jangan lagi bersembunyi di balik kata ‘belum saatnya’. Saatnya adalah sekarang!
Berhenti menyalahkan warisan kebijakan.
Masa lalu adalah fondasi, bukan alasan. Kepemimpinan sejati lahir dari keberanian mengambil alih tanggung jawab.
Garut Tidak Boleh Menunggu Lebih Lama
GPMPB memperingatkan bahwa jika Bupati Garut terus berada dalam pola kepemimpinan yang pasif dan tidak progresif, maka Garut akan kehilangan momentum. Lima tahun ke depan akan menjadi masa stagnasi yang menyedihkan ketika peluang emas berubah menjadi sejarah yang disesali.
“Garut tidak butuh pemimpin yang hanya hadir secara fisik. Garut butuh pemimpin yang hadir dengan gagasan, ketegasan, dan keberanian mengambil risiko untuk rakyatnya. Jika ini tidak segera dibuktikan, rakyat akan menagihnya, dan sejarah akan mencatatnya,” pungkas Ketua GPMPB.
Catatan Redaksi: GPMPB bukan satu-satunya elemen yang mulai gelisah. Beberapa tokoh masyarakat, aktivis, dan pengamat lokal juga mulai mempertanyakan arah dan kecepatan Bupati dalam menjalankan mandatnya. Saatnya Bupati mendengar, sebelum suara-suara rakyat berubah menjadi gelombang ketidakpercayaan. (**)