
Oplus_0
Garut,Ruangrakyatgarut.id – Gelombang kasus dugaan korupsi Dana Desa yang menyeret sejumlah kepala desa di Kabupaten Garut kembali menyulut reaksi tajam dari masyarakat sipil. Kali ini, sorotan keras datang dari Presiden Ruang Rakyat Garut (RRG), Eldy Supriadi, yang menilai bahwa masalah ini bukan lagi sekadar soal individu, tapi sudah menjurus pada gagalnya sistem pengawasan struktural di tubuh pemerintahan daerah.
Dalam pernyataan resminya kepada awak media pada. Minggu malam, (13/07/2025). Eldy tidak segan menyebut bahwa fungsi Monitoring dan Evaluasi (Monev) yang selama ini dilakukan oleh pemerintah, termasuk Inspektorat Kabupaten Garut, Jawa Barat patut diduga telah kehilangan makna dan kredibilitasnya.
“Setiap tahun, ratusan miliar Dana Desa digelontorkan. Setiap triwulan, ada Monev. Tapi tetap saja, desa demi desa terjerat kasus korupsi. Kalau begitu, Monev ini kerja atau sandiwara?” seru Eldy dengan nada tajam.
Dana Desa Menguap, Monev Membisu
Lebih lanjut, Eldy menjelaskan bahwa kasus-kasus yang menyeret oknum kepala desa, seperti dugaan mark-up anggaran, pengadaan fiktif, pembangunan mangkrak, bahkan penyelewengan BLT, hampir semuanya baru terbongkar setelah dilaporkan masyarakat atau viral di media sosial.
“Pertanyaannya, selama ini Monev itu melihat apa? Jalan rusak tetap di-SPJ-kan selesai. Pembangunan tidak ada, tapi SP2D cair. Kalau begitu, Monev bukan lagi alat kontrol, tapi jadi tameng kebohongan dengan dalih untuk pembenaran atas kebobrokan,” tegasnya.
Menurut Eldy, ini bukan sekadar kelalaian, tapi indikasi kuat adanya kompromi di lapangan antara pengawas dan yang diawasi. Ia menyebut Monev seharusnya menjadi senjata utama dalam mencegah terjadinya korupsi, bukan menjadi pelengkap administrasi belaka.
Inspektorat Diminta Bicara, Bukan Hanya Diam di Balik Meja
Kritik keras juga ditujukan kepada Inspektorat Kabupaten Garut, lembaga yang diberi mandat penuh untuk melakukan audit dan evaluasi keuangan di semua sektor, termasuk Dana Desa. Namun hingga kini, menurut Eldy, belum pernah ada laporan terbuka kepada publik mengenai hasil audit menyeluruh terhadap desa-desa yang bermasalah.
“Kita tanya: Inspektorat itu kerja untuk siapa? Untuk publik atau untuk menjaga citra pemerintah? Jangan jadi tukang stempel hasil Monev, tapi ketika masalah muncul, langsung lempar tanggung jawab ke bawah,” kata Eldy lantang.
Ia mendesak agar Inspektorat membuka secara resmi daftar desa yang masuk kategori zona rawan korupsi, serta hasil temuan yang selama ini mungkin ditutup rapat.
“Kalau diam terus, sama saja membiarkan desa-desa jadi ladang bancakan. Kita butuh keberanian moral dari lembaga-lembaga ini. Kalau tidak, Inspektorat lebih pantas dibubarkan daripada jadi pelindung para maling berdasi.”
Sistem Bobrok: Dari Pendamping Hingga Kecamatan
Bukan hanya Inspektorat, Eldy juga menguliti rantai sistem pengawasan internal, mulai dari pendamping desa, pendamping teknis, tim verifikator kecamatan, hingga DPMD. Semua, katanya, harus turut bertanggung jawab atas terjadinya korupsi yang terus berulang.
“Setiap pengajuan pencairan dana, setiap laporan SPJ, semua lewat verifikasi berlapis. Tapi kenapa korupsi tetap lolos? Apa mereka buta, atau sengaja tutup mata demi bagian?” sindir Eldy.
Ia menambahkan bahwa model pengawasan vertikal seperti sekarang terbukti gagal. “Harusnya kita dorong sistem pengawasan horizontal berbasis warga. Karena warga punya mata, telinga, dan kepentingan langsung terhadap pembangunan di desanya. Tapi sayang, suara mereka sering dibungkam atau diabaikan.”
Kepala Desa Bukan Satu-satunya Tersangka Moral
Eldy juga menolak narasi bahwa semua kesalahan ditumpahkan pada kepala desa semata. Menurutnya, tidak sedikit kepala desa yang sejatinya terjebak sistem birokrasi yang busuk, tekanan politik, atau bahkan dipaksa menyuap agar anggaran cepat cair.
“Kita harus jujur. Ada kades yang nyambi jadi ‘pengumpan’ buat oknum camat, buat oknum inspektorat, bahkan dinas. Ini fakta lapangan. Kalau ini tidak dibongkar, maka penjara hanya akan diisi pion-pion, sementara dalang tertawa di kursi empuk.”
Oleh karena itu, Eldy meminta agar aparat penegak hukum juga menelusuri aliran dana dan komunikasi vertikal di balik setiap kasus korupsi desa. Karena, menurutnya, korupsi tak pernah berdiri sendiri.
RRG Akan Lakukan Investigasi Mandiri dan Surati DPRD
Sebagai bentuk komitmen, Eldy menyatakan bahwa Ruang Rakyat Garut tengah menyusun laporan investigatif terhadap beberapa desa yang terindikasi kuat menyimpang, berdasarkan laporan dari warga dan dokumen lapangan. Selain itu, RRG juga akan mengirim surat resmi kepada DPRD Garut, Polres,Bupati Garut, hingga Kejaksaan Negeri.
“Kami tidak akan berhenti hanya dengan kritik. Kami sedang siapkan data, dokumentasi, dan akan mendesak audit ulang terhadap dana desa di beberapa kecamatan. Kalau perlu, kami dorong pembentukan Tim Gabungan Independen untuk membongkar praktek busuk ini dari akarnya”.
Jika Tak Ada Keberanian, Maka Kejahatan Akan Menang
Di ujung pernyataannya, Eldy menyampaikan pesan keras: jika semua pihak hanya sibuk menjaga kursi dan jabatan, maka korupsi akan terus tumbuh subur di desa-desa. Ia menegaskan bahwa perjuangan melawan korupsi bukan sekadar soal hukum, tapi soal keberanian moral dan kehormatan pemerintahan.
“Jangan sampai kita diwarisi generasi yang belajar bahwa mencuri itu wajar asal dibagi. Desa adalah tulang punggung republik. Jika kita biarkan korupsi terus menggerogoti dari sana, maka bangsa ini akan tumbang tanpa perlu digulingkan musuh, karena sudah hancur dari dalam.” (*)