
Ruangrakyatgarut.id 16/09/2025 – Gelombang dukungan masyarakat Garut terhadap langkah Bupati untuk membubarkan Koordinator Wilayah (Korwil) Pendidikan semakin menguat. Dari kalangan aktivis, tokoh masyarakat, hingga pemuda, semuanya menilai keberadaan Korwil sudah tidak relevan dengan kebutuhan zaman yang serba digital.
Selain dianggap memperlambat kinerja karena menambah lapisan birokrasi, Korwil juga dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat dalam struktur organisasi perangkat daerah. Menurut aktivis pendidikan Garut, Korwil hanyalah produk kebijakan teknis kepala dinas, bukan lembaga yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
“Korwil itu bukan lembaga struktural resmi. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, urusan pendidikan menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan. Tidak ada satupun pasal yang menyebut tentang Korwil. Artinya, keberadaan Korwil tidak memiliki legitimasi hukum yang jelas,” ungkap Ridwan salah seorang aktivis pendidikan Garut.
Lebih lanjut, masyarakat juga menyoroti Permendagri Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan dan Klasifikasi Cabang Dinas dan UPTD. Dalam aturan itu ditegaskan bahwa perangkat daerah hanya bisa membentuk unit organisasi berdasarkan kebutuhan layanan publik yang nyata, dengan kajian akademis, serta harus diatur dengan peraturan kepala daerah. Fakta di lapangan, Korwil sering hanya jadi jabatan tambahan tanpa regulasi formal yang kuat.
“Kalau bicara efisiensi, pembubaran Korwil sejalan dengan amanat UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menekankan efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan. Alih-alih membantu, Korwil justru menjadi penghambat arus pelayanan pendidikan,” tambahnya.
Masyarakat menilai, jika Bupati berani membubarkan Korwil, itu akan menjadi langkah bersejarah dalam reformasi birokrasi pendidikan Garut. Selain efisiensi anggaran, kebijakan itu juga akan membuka ruang percepatan digitalisasi pendidikan di sekolah-sekolah.
“Cukup Dinas Pendidikan saja yang memegang kendali, dengan sistem digital pengawasan bisa langsung dari kabupaten tanpa harus melewati Korwil. Anggaran Korwil lebih baik dialihkan untuk peningkatan kualitas guru dan fasilitas pendidikan,” ujar seorang tokoh masyarakat.
Kini, desakan publik kian tajam. Mereka menunggu ketegasan Bupati untuk segera menandatangani regulasi resmi pembubaran Korwil, sekaligus menunjukkan keberanian melaksanakan reformasi pendidikan berbasis hukum dan kepentingan rakyat.