
Oplus_0
Garut,Ruangrakyatgarut.id – Gejolak baru mencuat di Kabupaten Garut. Sorotan tajam kini mengarah pada program BANKedes (Bantuan Keuangan Desa), sebuah inisiatif dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang awalnya digadang-gadang sebagai solusi progresif dalam pengelolaan dana desa yang lebih transparan, digital, dan akuntabel.
Namun, di balik semangat reformasi itu, muncul dugaan kuat bahwa program ini justru menjadi ladang bancakan sejumlah pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sosok yang kembali tampil vokal mengungkap potensi penyimpangan ini adalah Feri Nurdiansyah, seorang aktivis senior dan pemerhati kebijakan publik yang selama ini dikenal lantang membela transparansi dan akuntabilitas anggaran negara, terutama yang menyangkut kepentingan masyarakat desa.
Dalam keterangannya kepada Ruangrakyatgarut.id, Feri membeberkan dugaan terjadinya penyelewengan anggaran dalam implementasi program BANKedes. Ia menyebutkan bahwa apa yang terjadi bukan sekadar kelalaian teknis, melainkan dugaan kuat adanya pola sistematis dan terstruktur dalam pengondisian proyek dan kerja sama dengan pihak ketiga yang ditunjuk secara tidak transparan.
“Program BANKedes ini awalnya tampak visioner. Tapi dalam praktiknya, muncul banyak kejanggalan. Mulai dari mekanisme pencairan dana, penunjukan mitra kerja, hingga dugaan keterlibatan aktor intelektual yang mengarahkan kebijakan demi keuntungan pribadi maupun kelompok,” ujar Feri dengan nada tegas, Minggu (06/07/2025).
Feri juga mengungkap bahwa dari hasil investigasi lapangan bersama rekan-rekan media independen dan pegiat masyarakat sipil, telah teridentifikasi adanya indikasi kuat pengondisian proyek pengadaan barang dan jasa di sejumlah desa yang menjadi lokasi awal penerapan program tersebut.
Siapa Aktor Intelektualnya? Feri: Tunggu Saja Tanggal Mainnya
Feri menegaskan bahwa pihaknya telah mengantongi data awal dan bukti pendukung yang cukup untuk membuka tabir dugaan bancakan ini. Ia pun melempar tantangan kepada aparat penegak hukum untuk bertindak cepat dan profesional.
“Kalau aparat serius, kasus ini bisa dibongkar. Para aktor intelektual itu sedang menikmati hasil bancakan, tapi percayalah, tunggu saja tanggal main dan pemanggilannya. Kita tidak akan tinggal diam,” tegasnya.
Ia juga mengkritik keras lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pengontrol anggaran seperti Inspektorat Daerah dan DPRD Kabupaten Garut. Menurutnya, pembiaran terhadap dugaan penyimpangan ini mencerminkan adanya kelemahan struktural dalam sistem pengawasan.
“Kemana para pengawas anggaran? Kenapa diam? Apa mereka juga sudah masuk ke dalam lingkaran nyaman ini? Pertanyaan ini tidak boleh dibiarkan mengambang. Masyarakat menunggu jawaban nyata, bukan retorika,” tambahnya.
BANKedes: Terobosan yang Dibajak?
BANKedes digagas untuk menjadi solusi baru dalam mendekatkan layanan keuangan dan pengelolaan dana kepada masyarakat desa. Program ini mengusung semangat digitalisasi dan peningkatan akuntabilitas. Namun, menurut Feri, program tersebut malah membuka ruang baru bagi praktik korupsi terstruktur.
Salah satu kejanggalan yang paling disoroti Feri adalah adanya instruksi tidak tertulis dari pihak tertentu yang mewajibkan desa-desa untuk menggunakan sistem atau layanan tertentu dalam implementasi program BANKedes. Desa tidak diberikan keleluasaan untuk memilih mitra kerja terbaik mereka secara independen.
“Itu bentuk intervensi dan penyalahgunaan wewenang. Ketika desa dipaksa tunduk pada skema yang diarahkan oleh pihak tertentu, maka di situlah demokrasi lokal dan asas keadilan ekonomi hancur,” katanya.
Menurut Feri, hal semacam ini menciptakan iklim rente birokrasi dan monopoli yang mengancam prinsip persaingan sehat. Ia menyebut, banyak pihak di lapangan yang mengaku tertekan oleh instruksi-instruksi samar namun penuh tekanan dari pihak-pihak yang mengatasnamakan kewenangan.
Ajakan Perlawanan Sipil dan Moral
Sebagai aktivis yang konsisten menyuarakan reformasi tata kelola, Feri mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama mengawal isu ini. Ia menyebut bahwa diam berarti turut melegitimasi kebusukan sistem.
“Kita sedang diuji: apakah akan terus membiarkan kejahatan kebijakan ini berkembang atau bersama-sama membersihkan sistem dari orang-orang yang tidak pantas mengelola uang rakyat. Ini bukan cuma soal dana desa, ini tentang masa depan demokrasi lokal kita,” seru Feri.
Feri secara terbuka menyerukan kepada media lokal, LSM, akademisi, tokoh masyarakat, dan tokoh agama untuk tidak tinggal diam. Ia menyebut ini sebagai momentum untuk membuktikan bahwa kekuatan masyarakat sipil masih relevan dan mampu menekan kekuasaan yang menyimpang.
Laporan Telah Diajukan, Publik Menanti Respons Aparat
Lebih lanjut, Feri juga menyinggung bahwa sudah ada laporan resmi yang diajukan oleh seseorang berinisial AS ke sejumlah lembaga tinggi negara seperti Mabes Polri, KPK, dan Kejaksaan Agung, serta ditembuskan ke Polres Garut, Kejaksaan Negeri Garut, Inspektorat, dan BPKP.
“Jika laporan ini diabaikan, maka itu artinya negara sedang kalah oleh konspirasi kecil elit lokal. Maka, penegakan hukum menjadi sangat penting untuk membuktikan bahwa negara masih berpihak pada keadilan,” pungkasnya.
Publik kini menanti langkah nyata dari aparat penegak hukum: apakah laporan ini akan ditindaklanjuti secara serius, atau akan menjadi satu lagi kasus besar yang menguap begitu saja tanpa penyelesaian?
Satu hal yang pasti, suara kritis seperti yang disuarakan oleh Feri Nurdiansyah adalah alarm sosial yang tak boleh diabaikan.Dalam senyapnya pengawasan dan rapuhnya integritas birokrasi, suara dari rakyatlah yang bisa menjadi penyeimbang.
Media Ruangrakyatgarut.id akan terus mengawal isu ini, mengungkap fakta-fakta, serta memastikan bahwa keadilan tetap menjadi roh utama dalam setiap kebijakan publik. (*)