
Oplus_131072
Garut,Ruangrakyatgarut.id – Di sudut selatan Kabupaten Garut,Jawa Barat tepatnya di Kampung Cijambe, Desa Caringin, Kecamatan Caringin, puluhan kepala keluarga hidup dalam keterasingan infrastruktur.
Jalan utama yang seharusnya menjadi urat nadi kehidupan desa, telah berubah menjadi simbol keterabaian. Bertahun-tahun lamanya, warga harus bertahan dengan kondisi jalan rusak parah tanpa perbaikan berarti dari pemerintah. Harapan demi harapan telah diikrarkan, namun realisasi tak kunjung datang.
Pantauan langsung di lapangan menunjukkan kondisi jalan yang memprihatinkan. Lubang besar menganga di sejumlah titik, dipenuhi lumpur kala hujan dan berubah menjadi ladang debu saat musim kemarau.
Sementara tak sedikit kendaraan warga yang rusak saat melintas, bahkan pengendara roda dua kerap terjatuh karena jalan licin dan tak rata. Kondisi ini tak hanya mengganggu kenyamanan, tapi juga mengancam keselamatan.
Terlebih bagi anak-anak sekolah dan warga lanjut usia yang terpaksa menggunakan jalan ini untuk aktivitas harian. Ironisnya, jalan yang rusak itu justru merupakan akses vital yang menghubungkan pusat aktivitas masyarakat dari sekolah, lahan pertanian, hingga ke pasar terdekat.
“Kami sudah terlalu lama menunggu. Sudah bertahun-tahun jalan ini rusak dan belum juga diperbaiki. Pemerintah desa tahu, tapi tidak ada tindak lanjut yang jelas. Kalau pun ada rapat atau musyawarah, hasilnya hanya janji,” ungkap salah seorang warga Cijambe yang memilih tak disebutkan namanya. Kamis, (22/05/2025).
Warga tersebut menuturkan, perbaikan jalan bukan sekadar soal kenyamanan, melainkan menyangkut keberlangsungan hidup masyarakat desa.
“Jalan ini penting untuk segalanya. Kalau infrastruktur dasarnya saja rusak, bagaimana kami bisa berkembang?” lanjutnya dengan nada kecewa.
Banyak petani setempat merasakan dampaknya secara langsung. Hasil panen sulit dibawa keluar kampung karena akses transportasi terganggu. Akibatnya, harga jual turun karena ongkos angkut menjadi mahal. Bahkan, beberapa pedagang dan pengangkut logistik mulai enggan masuk ke wilayah ini karena medan yang berbahaya.
“Kami sering gotong royong menimbun jalan pakai batu atau tanah. Tapi itu tidak cukup. Kerusakannya sudah terlalu parah dan perlu penanganan dari pemerintah, bukan hanya swadaya,” ujar tokoh pemuda setempat.
Berbagai upaya telah ditempuh warga untuk menyampaikan aspirasi. Mulai dari musyawarah desa, pengaduan lisan, hingga menyampaikan lewat perwakilan dalam forum kecamatan. Namun, hasilnya masih jauh dari harapan. Kekecewaan mulai tumbuh, seiring munculnya pertanyaan: apakah suara rakyat kecil hanya dianggap angin lalu?
“Mereka bilang tidak ada anggaran. Tapi kami tidak pernah tahu kejelasannya. Kalau memang benar tidak ada, ya sampaikan secara transparan. Ini malah seperti dibiarkan begitu saja,” kata warga lainnya.
Dalam konteks yang lebih luas, kasus jalan rusak di Kampung Cijambe seolah menjadi cerminan ketimpangan pembangunan di daerah. Fokus pembangunan yang lebih besar seringkali terpusat di wilayah perkotaan atau destinasi wisata, sementara desa-desa pelosok hanya mendapatkan sisa perhatian.
“Jangan hanya bangga membangun alun-alun atau tempat wisata. Kami di desa pun bagian dari Garut. Kami juga punya hak yang sama atas pembangunan,” tegas salah satu ibu rumah tangga yang sehari-hari harus mengantar anaknya ke sekolah melewati jalan berlumpur.
Kondisi ini tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, tapi juga sosial dan psikologis masyarakat. Rasa tidak percaya pada pemerintah mulai tumbuh, dan kesabaran warga kian menipis.
Sebagian warga kini mulai menggagas langkah lanjutan. Jika dalam waktu dekat tidak ada tindakan atau kejelasan dari pemerintah desa maupun instansi terkait, mereka berencana mengadu ke tingkat kecamatan hingga kabupaten. Beberapa bahkan mulai mempertimbangkan untuk menyuarakan masalah ini melalui media sosial dan forum publik agar mendapat perhatian yang lebih luas.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari Pemerintah Desa Caringin. Tak ada penjelasan soal rencana atau program perbaikan jalan di wilayah tersebut. Di sisi lain, warga terus berharap bahwa suara mereka tidak kembali hilang ditelan laporan tanpa tindakan.
Mereka tak meminta kemewahan. Hanya sebuah akses jalan yang layak, agar kehidupan bisa berjalan normal dan masa depan desa tidak terus-menerus terhambat oleh lumpur dan debu. (**)