
Ruangrakyatgarut.id — Polemik terkait lahan milik Yayasan Baitul Mu’min (YBHM) di Jalan Otista, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, akhirnya mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk DPRD dan Bupati Garut. Persoalan ini mencuat setelah muncul dugaan adanya pemalsuan sertifikat hak milik (SHM) atas lahan yang sebelumnya disebut sebagai tanah wakaf yayasan.
Pihak yayasan bersama para siswa lebih dahulu melakukan silaturahmi ke DPRD Garut pada Senin (21/10/2025). Dalam pertemuan tersebut, Komisi II DPRD Garut kemudian mengarahkan rombongan untuk bertemu langsung dengan Bupati Garut guna mendapatkan kejelasan terkait status lahan. Turut mendampingi, Wakil Ketua Komisi II Asep Mulyana, SE, Sekretaris Komisi II Riki Muhamad Sidik, S.Sos, serta anggota Komisi II Dadan Wadiansyah, S.IP.
Dalam keterangannya, Sekretaris Komisi II Riki Muhamad Sidik, S.Sos menyampaikan bahwa persoalan ini mulai menemukan titik terang.
“Benang merahnya sudah terlihat. Ini yayasan, dan yayasan tidak bisa diperjualbelikan. Tapi kita juga perlu tahu, kalau memang ada transaksi, penjual dan pembelinya siapa,” ujar Riki saat ditemui awak media di lokasi YBHM.
Sementara itu, Bupati Garut setelah meninjau langsung lokasi, memutuskan untuk menghentikan sementara seluruh aktivitas pembangunan di area tersebut. Langkah itu diambil agar proses belajar-mengajar di bawah naungan yayasan tidak terganggu, sembari menunggu proses hukum yang akan ditempuh pihak yayasan.
Diketahui, pihak yayasan melalui Ibu Mia telah melayangkan surat kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk meminta pemblokiran sementara SHM, sambil menunggu kejelasan atas dugaan pemalsuan dokumen. Dugaan ini muncul karena pihak pewakaf disebut tidak pernah menjual tanah wakaf yang kini telah bersertifikat atas nama pihak lain.
Riki Muhamad Sidik menegaskan bahwa pihaknya tidak ingin polemik ini berlarut-larut dan merugikan masyarakat, terutama para siswa.
“Kami mendorong agar semua pihak menghormati proses hukum dan tidak mengambil langkah sepihak. Kalau benar ada dugaan pelanggaran administrasi atau pemalsuan dokumen, biarkan aparat berwenang yang memproses. DPRD akan memastikan tidak ada pihak yang dirugikan,” tegasnya.
“Kami dari DPRD hanya menengahi saja. Kalau sudah masuk ranah hukum, biar aparat yang memproses. Kami mengawal agar semua pihak tetap mengedepankan kepentingan pendidikan,” tambah Riki.
Ia juga menekankan bahwa kelangsungan pendidikan siswa menjadi prioritas utama.
“Kalau sekolah ini sampai dibongkar atau diubah jadi bangunan komersial, anak-anak mau sekolah di mana? Ini yang harus jadi perhatian Pemda Garut,” ujarnya.
Baik DPRD maupun Pemkab Garut berkomitmen untuk mengawal penyelesaian kasus ini hingga tuntas. Rencananya, Bupati Garut akan memanggil seluruh pihak terkait untuk rapat musyawarah daerah (musbidah) guna mencari solusi terbaik serta mencegah terjadinya konflik sosial yang lebih luas. (Hil)