
Oplus_0
Garut,Ruangrakyatgarut.id – Terletak di lereng Gunung Cikuray, Desa Ngamplang, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut, mungkin hanya sebuah titik kecil di peta. Namun siapa sangka, dari desa ini lahir solusi konkret untuk persoalan besar yang dihadapi hampir semua wilayah di Indonesia: pengelolaan sampah.
Berkat inisiatif berani dan kolaboratif yang digagas Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), Ngamplang kini menjadi contoh bagaimana inovasi dan kesadaran kolektif bisa tumbuh dari desa-desa pinggiran.
Ketua Bumdes Ngamplang, Ade Aripin, menceritakan awal mula ide ini muncul. “Kami muak melihat sampah berserakan dan tidak ada solusi nyata. Maka kami berpikir, kenapa harus menunggu bantuan dari luar? Kami mulai dari diri sendiri,” ujarnya penuh semangat. Kamis, (10/07/2025).
Dari Sampah Menjadi Harapan
Alih-alih membuang sampah ke tempat pembuangan akhir yang jauh dan mahal, Bumdes Ngamplang menciptakan sistem pembakaran sampah terkendali dengan pendekatan lokal dan edukatif. Lokasi pembakaran dipilih secara strategis, diawasi ketat, dan hanya digunakan untuk sampah tertentu.
Proses ini didampingi edukasi kepada warga tentang pemilahan sampah, agar pembakaran tidak sembarangan dan tidak mencemari lingkungan.
“Kami mengedukasi warga untuk memilah sampah. Organik, anorganik, dan B3 harus dibedakan. Pembakaran pun hanya untuk yang tidak bisa didaur ulang,” jelas Ade.
Trasbag Mingguan, Disiplin Kolektif
Setiap rumah tangga mendapat trasbag (kantong sampah) yang dibagikan secara rutin setiap minggu. Sampah-sampah dari rumah tersebut kemudian dikumpulkan oleh tim muda desa, disortir, dan diproses: dibakar secara aman, atau dikumpulkan untuk didaur ulang.
Program ini membentuk kebiasaan baru: warga menjadi terbiasa memilah dan bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka hasilkan. Bukan hanya solusi teknis, tapi juga revolusi mental.
“Saya senang, sekarang warga tidak sembarangan buang sampah. Trasbag jadi semacam alat kontrol sosial juga,” tambah Rizal, seorang pemuda relawan.
Manfaat Ekonomi: Dari Abu Kompos Hingga Lapangan Kerja
Tak hanya berdampak bagi lingkungan, program ini juga menumbuhkan nilai ekonomi. Hasil pembakaran dijadikan abu kompos untuk pertanian, sedangkan barang-barang daur ulang dikumpulkan dan dijual. Pendapatan ini, meskipun belum besar, sudah mulai mengisi kas desa dan mendanai kegiatan sosial.
Beberapa pemuda bahkan direkrut sebagai tim pengelola sampah, membuka lapangan kerja baru yang dulunya tak terbayangkan.
“Kami tidak hanya membersihkan desa, tapi juga menciptakan peluang kerja. Anak-anak muda punya peran nyata, bukan hanya jadi penonton,” kata Ade Aripin.
Respons Warga: Lingkungan Bersih, Hidup Nyaman
Warga Ngamplang merespons dengan antusias. Mereka merasa lebih nyaman dan aman secara lingkungan, serta bangga bisa menjadi bagian dari perubahan.
“Sekarang lebih bersih, enggak ada lagi sampah berserakan. Kami tinggal ikuti aturan, pilah sampah, dan taruh di depan rumah. Semua berjalan lancar,” kata Ibu Tati, warga RW 06.
Harapan dan Tantangan ke Depan
Bumdes Ngamplang kini sedang menjajaki kerja sama dengan pihak luar, termasuk CSR perusahaan dan dukungan Pemkab Garut, untuk meningkatkan kapasitas teknologi dan memperluas jangkauan edukasi. Mereka juga merencanakan pengadaan alat pembakar tanpa asap, mesin pencacah plastik, hingga pelatihan pengolahan limbah jadi produk kreatif.
“Kami yakin Ngamplang bisa jadi desa edukasi lingkungan. Yang penting ada kemauan dan dukungan,” pungkas Ade
Perubahan Itu Nyata, dan Bisa Dimulai dari Desa
Kisah Ngamplang adalah pengingat kuat bahwa perubahan besar bisa dimulai dari tempat yang kecil. Bukan teknologi canggih atau bantuan besar yang membuat perbedaan, melainkan semangat gotong royong, kepedulian sosial, dan keberanian untuk memulai.
Ketika desa-desa mulai bergerak dengan kemandirian dan kreativitas, Indonesia sejatinya sedang membangun masa depannya dari akar rumput yang paling kuat. (**)