
Oplus_131072
Garut,RuangRakyatGarut.id – Aktivis sosial Garut, Dadan Hamdani, kembali melontarkan kritik tajam terhadap realitas kepemimpinan yang dianggap abai terhadap penderitaan rakyat. Dalam pernyataannya kepada media, Dadan menyatakan bahwa pemimpin yang tidak amanah dan hanya mementingkan kepentingan pribadi layak dibenci oleh rakyat.
Bagi Dadan, kepemimpinan adalah amanah besar yang tidak bisa dijalankan dengan setengah hati atau sekadar pencitraan.
“Pemimpin itu hanya dua: rahmat atau laknat. Itu tergantung dari sejauh mana ia menjalankan amanah atau justru mengkhianatinya,” ujar Dadan tegas, Jum’at (23/05/2025).
Ia menyoroti salah satu kasus nyata di tengah masyarakat Garut, yang menurutnya mencerminkan kelalaian pemerintah dalam menjalankan tugas sosial dan kemanusiaannya.
Seorang warga bernama Juju Juariah (51), tinggal bersama anak perempuannya di rumah yang sudah tidak layak huni. Lokasinya berada di Perum Jati Putra Asri Blok A2 Nomor 18 RT 04 RW 07, Desa Cibunar, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Saat disambangi awak media, kondisi rumah Juju tampak memprihatinkan. Dindingnya retak-retak, atap bocor, dan lantainya kerap tergenang air saat hujan turun. Bahkan, beberapa bagian rumah hampir roboh. Ironisnya, tak satu pun bantuan datang dari pemerintah desa, kecamatan, maupun kabupaten.
“Ini bentuk nyata ketidakpedulian. Pemerintah setempat tutup mata, padahal ini menyangkut hak dasar rakyat: tempat tinggal yang layak,” kata Dadan.
Rakyat Tidak Lagi Simpati
Dadan menambahkan, ketika pemimpin mengalami musibah atau kesulitan, rakyat justru tidak lagi menunjukkan simpati. Hal ini, menurutnya, merupakan bentuk kekecewaan mendalam yang telah menumpuk akibat kezaliman dan pengabaian selama bertahun-tahun.
“Kalau pemimpin sakit atau tertimpa masalah, bukannya didoakan, tapi malah jadi bahan olok-olok. Karena sebelumnya, rakyat pun sering dibiarkan menderita tanpa perhatian,” katanya.
Ia mencontohkan situasi saat pandemi Covid-19 melanda. Beberapa pejabat yang tertular virus malah menjadi sasaran sumpah serapah di media sosial. Salah satunya adalah Menteri Agama yang kala itu terinfeksi, namun publik justru menyebutnya sebagai ‘peringatan’ atau bahkan ‘adzab’.
Kritik Tajam kepada Pemerintah Pusat
Tidak hanya pada level lokal, Dadan juga menyentil para pejabat pusat. Menurutnya, banyak menteri yang gagal menjalankan peran dan tanggung jawabnya. Ia menyebut Menteri Pendidikan, Menteri Kesehatan, Menteri Hukum dan HAM, hingga Menko Maritim dan Investasi sebagai sosok-sosok yang kebijakannya dinilai tidak berpihak kepada rakyat.
“Jika banyak menteri tidak disukai, maka itu tentu akan berdampak pada citra presiden. Dukungan publik makin tipis, apalagi jika yang mendukung hanya orang-orang yang disebut sebagai pendukung buta,” ungkapnya.
Ia menilai, media sosial kini menjadi cermin yang paling jujur dalam mengukur tingkat kepuasan dan kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin. Ketika media arus utama dibungkam atau dikendalikan, media sosial menjadi saluran suara rakyat yang tak bisa dibungkam.
Peringatan dari Langit
Dalam penutup pernyataannya, Dadan menyinggung aspek spiritual. Ia mengutip hadis dan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai peringatan keras bagi pemimpin yang zalim. Dalam pandangannya, kebencian rakyat terhadap pemimpin adalah pertanda hilangnya keberkahan dalam kepemimpinan tersebut.
“Asyaddunnaasi ‘adzaban yaumil qiyamati imamun ja-ir. Orang yang paling pedih siksanya di hari kiamat adalah pemimpin yang zalim,” kutip Dadan dari Hadis Riwayat Thabrani.
Ia juga mengutip QS Al-Baqarah ayat 204 dan QS Az-Zumar ayat 55, yang menggambarkan tentang pemimpin yang tampak baik namun sebenarnya keras dalam kezalimannya, serta peringatan tentang adzab yang datang tiba-tiba.
“Adzab Allah bisa datang kapan saja. Jangan kira aman hanya karena sekarang belum tertimpa. Rakyat mungkin diam, tapi Tuhan Maha Melihat,” ujar Dadan menutup pernyataannya.
Seruan untuk Kesadaran dan Aksi
Dadan mengajak masyarakat untuk terus mengawasi kinerja pemimpin dan tidak diam terhadap ketidakadilan. Ia juga mengimbau agar pemerintah, baik di tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten, lebih peka terhadap kondisi riil masyarakat.
“Jangan main-main dalam menjalankan amanah. Kepercayaan rakyat bukan mainan. Dan penderitaan rakyat bukan tontonan,” pungkasnya. (*)