
Garut,Ruangrakyatgarut.id – Proses pemilihan pengurus Koperasi Merah Putih yang tengah berlangsung serempak di Kabupaten Garut, Jawa Barat mulai menuai sorotan dari berbagai kalangan, termasuk dari aktivis dan tokoh masyarakat setempat. Salah satunya adalah Undang Herman, sosok yang dikenal vokal dalam memperjuangkan kepentingan rakyat dan pemberdayaan ekonomi berbasis desa.
Dalam keterangannya kepada awak media, Undang menyampaikan keprihatinannya atas munculnya indikasi permainan kepentingan dalam tahapan pembentukan kepengurusan koperasi tersebut. Ia menegaskan bahwa Koperasi Merah Putih seharusnya menjadi pilar ekonomi kerakyatan, bukan menjadi ajang bagi oknum-oknum tertentu untuk mencari keuntungan pribadi.
“Saya melihat ada upaya dari beberapa pihak yang mencoba memaksakan diri untuk duduk di posisi strategis dalam koperasi, padahal mereka tidak punya kemampuan, tidak punya pengalaman, dan justru membawa agenda tersembunyi. Kalau ini dibiarkan, bukan hanya koperasi yang gagal, tapi juga akan mempermalukan nama baik desa di mata publik,” ujar Undang Herman pada. Senin, (02/06/2025).
Lebih lanjut, Undang menekankan pentingnya profesionalisme dalam pengelolaan koperasi. Menurutnya, koperasi bukan sekadar organisasi simpan pinjam, tetapi juga merupakan lembaga ekonomi yang memiliki peran penting dalam membangun kemandirian warga desa.
Maka untuk itu, posisi-posisi penting seperti Ketua, Sekretaris, dan Bendahara harus diisi oleh orang-orang yang memiliki kapasitas, integritas, serta rekam jejak yang jelas dalam pengelolaan organisasi atau keuangan.
“Koperasi bukan tempat uji coba jabatan. Ini soal kepercayaan, soal tanggung jawab terhadap aset dan masa depan ekonomi masyarakat. Jangan sampai jabatan diberikan hanya karena kedekatan atau tekanan politik lokal,” tegasnya.
Undang juga mengungkapkan bahwa terdapat kekhawatiran di masyarakat terkait kemungkinan adanya intervensi dari pihak luar yang memiliki kepentingan atas dana program pemerintah yang masuk ke desa, termasuk yang mengalir melalui koperasi. Ia menyebut pentingnya partisipasi aktif warga untuk mengawal proses ini agar tetap bersih dan demokratis.
“Kita harus belajar dari banyak kasus sebelumnya, di mana koperasi menjadi alat untuk menyedot dana pemerintah tanpa pertanggungjawaban yang jelas. Ini tidak boleh terjadi lagi. Koperasi harus dikelola secara transparan dan akuntabel,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Undang juga menyarankan agar proses pemilihan pengurus koperasi dilakukan secara terbuka, dengan mekanisme yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Ia mendorong agar dibuat panitia independen yang benar-benar mewakili suara masyarakat dan tidak terpengaruh oleh kepentingan segelintir orang.
“Kalau perlu adakan musyawarah desa terbuka, undang tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan para pelaku UMKM setempat. Biarkan masyarakat menilai sendiri siapa yang layak dan pantas untuk menjadi pengurus koperasi,” tambahnya.
Koperasi Merah Putih sendiri merupakan salah satu inisiatif ekonomi berbasis desa yang bertujuan mendorong kemandirian masyarakat melalui berbagai bidang usaha, seperti simpan pinjam, pertanian, peternakan, hingga perdagangan.
Di lain sisi,program ini mendapat dukungan dari sejumlah instansi dan juga masuk dalam skema pembinaan ekonomi desa oleh pemerintah pusat.
Meski demikian, jika koperasi tidak dikelola oleh tangan yang tepat, potensi besar ini justru bisa berbalik menjadi masalah serius.
Oleh karena itu, Undang berharap agar masyarakat benar-benar selektif dan tidak terburu-buru dalam menentukan siapa yang akan memimpin koperasi ke depan.
“Kita ingin koperasi ini sukses, menjadi contoh, dan benar-benar bermanfaat untuk masyarakat luas. Tapi itu hanya bisa terjadi jika dikelola oleh orang-orang yang tepat. Mari kita kawal bersama,” pungkasnya.
Sejauh ini, proses penjaringan calon pengurus koperasi masih berlangsung. Beberapa nama telah mencuat, namun masih menuai pro dan kontra di kalangan warga. Diharapkan dengan meningkatnya perhatian publik, proses ini dapat berjalan lebih objektif dan menjauh dari segala bentuk intervensi yang merugikan. (*)