
Oplus_131072
Garut,RuangRakyatGarut.id – Tragedi kemanusiaan terjadi di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada Senin (12/5/2025) pagi. Ledakan hebat saat proses pemusnahan amunisi kedaluwarsa menewaskan 13 orang, terdiri dari empat prajurit TNI Angkatan Darat dan sembilan warga sipil. Peristiwa ini mengguncang publik dan memicu berbagai reaksi dari pejabat hingga tokoh masyarakat.
Salah satu suara yang turut menyuarakan duka cita adalah Muhammad Angling Kusumah, S.M., seorang aktivis muda yang dikenal aktif menyuarakan berbagai isu sosial di Kabupaten Garut. Dalam pernyataannya kepada RuangRakyatGarut.id, Angling menyampaikan rasa belasungkawa yang mendalam kepada keluarga korban, baik dari kalangan militer maupun warga sipil yang turut menjadi korban.
“Kami atas nama pribadi dan sebagai bagian dari masyarakat Garut menyampaikan duka cita yang mendalam atas musibah ledakan amunisi yang terjadi di Cibalong. Empat prajurit TNI dan sembilan warga sipil gugur dalam peristiwa ini. Semoga mereka semua mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT,” ucapnya, Kamis (15/05/2025).
Angling menambahkan, tragedi ini bukan hanya menjadi duka bagi keluarga korban, tetapi juga menjadi luka kolektif bagi seluruh masyarakat Garut, bahkan Jawa Barat. Ia menekankan pentingnya solidaritas sosial dan kepedulian antarsesama di tengah musibah yang memilukan ini.
“Ini bukan sekadar kecelakaan. Ini tragedi yang menyentuh nurani kita semua. Masyarakat Garut sedang berduka. Sudah seharusnya kita bahu-membahu, saling menguatkan dan mendoakan, baik untuk para korban yang gugur maupun keluarga mereka yang ditinggalkan,” tambahnya.
Imbauan Kirim Doa dan Evaluasi Prosedur Keamanan
Sebagai wujud empati, Angling juga mengimbau seluruh warga untuk mengirimkan doa dan menyelenggarakan salat gaib untuk para korban, baik secara pribadi maupun bersama-sama dalam lingkungan tempat tinggal atau tempat ibadah.
Ia juga menyoroti pentingnya evaluasi terhadap prosedur pemusnahan amunisi, terutama menyangkut pengamanan lokasi setelah peledakan dilakukan. Menurutnya, meskipun kejadian ini terjadi di area militer, keberadaan warga sipil di lokasi pasca-ledakan menunjukkan adanya celah pengawasan yang harus ditutup dengan langkah tegas dan sistematis.
“Saya kira ini menjadi pelajaran penting. Masyarakat harus diberikan pemahaman tentang bahaya bahan peledak, bahkan ketika amunisi sudah dinyatakan tidak aktif. Di sisi lain, pihak militer perlu memperketat perimeter keamanan agar tidak ada warga sipil yang mendekati lokasi sebelum dipastikan benar-benar aman,” ujarnya.
Kronologi Kejadian dan Korban Jiwa
Dikutip dari laporan resmi TNI dan pemberitaan Kompas.com, insiden terjadi sekitar pukul 09.30 WIB. Saat itu, TNI AD tengah melakukan pemusnahan amunisi yang sudah kedaluwarsa. Ledakan pertama terjadi sesuai rencana, namun beberapa saat kemudian, sejumlah warga yang mendekat untuk mengumpulkan logam bekas ledakan, justru menjadi korban ledakan susulan akibat bahan peledak yang belum meledak sempurna.
Menurut keterangan Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, pemusnahan telah mengikuti prosedur standar, namun tidak menutup kemungkinan adanya detonator atau bagian amunisi lain yang belum sempat meledak. Hal inilah yang diduga menjadi penyebab ledakan kedua yang menewaskan belasan orang.
“Biasanya setelah peledak masyarakat datang mengambil serpihan logam seperti tembaga dan besi. Ini juga menjadi perhatian kita karena bisa jadi ada sisa bahan yang berbahaya,” ujar Kristomei dalam konferensi pers.
Berikut daftar 13 korban yang meninggal dunia:
Anggota TNI:
Kolonel Cpl Antonius Hermawan
Mayor Cpl Anda Rohanda
Kopral Dua Erik Priambodo
Prajurit Satu Aprio Seriawan.
Warga sipil: 5. Agus 6. Ipan 7. Anwar 8. Iyus Ibin 9. Rizal 10. Totok 11. Bambang 12. Rustiawan 13. Endang.
Penutup: Seruan untuk Kemanusiaan dan Pencegahan
Di akhir pernyataannya, Muhammad Angling Kusumah berharap agar tragedi ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak akan pentingnya keselamatan jiwa manusia dalam setiap kegiatan militer yang berisiko tinggi.
“Ini soal kemanusiaan. Nyawa tidak bisa digantikan. Mari kita jadikan peristiwa ini sebagai momentum untuk memperkuat kesadaran kita akan pentingnya edukasi, keamanan, dan kewaspadaan,” tutup Angling. (*)