
Oplus_0
Garut,Ruangrakyatgatut.id – Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi dunia pendidikan, dari keterbatasan anggaran hingga krisis motivasi guru, muncul sebuah inisiatif inspiratif dari Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Seorang kepala sekolah di salah satu Sekolah Dasar (SD) bernama Ahmad Sobur, S.Pd.i, perlahan namun pasti mulai menyedot perhatian publik pendidikan di tingkat lokal berkat gagasan progresif yang ia kemas dalam tajuk “New PGRI Pasirwangi”.
Bukan sekadar jargon kosong, gagasan ini membawa semangat perubahan nyata.
Sebuah upaya untuk menata ulang wajah organisasi guru yang selama ini dinilai terlalu administratif, birokratis, bahkan eksklusif. Lewat New PGRI, Ahmad Sobur ingin menjadikan organisasi ini sebagai tempat yang hangat, hidup, dan terbuka untuk semua pendidik dari guru honorer hingga kepala sekolah, dari TK hingga SMA, dari pusat kecamatan hingga lereng Gunung Papandayan.
Dari Wadah Administratif Menuju Rumah Bersama Guru
Dalam sebuah wawancara mendalam sejumlah awak media, Ahmad Sobur menekankan bahwa sudah saatnya PGRI dihidupkan kembali sebagai ruang kolaboratif antarpendidik, bukan sekadar papan nama organisasi atau seremoni tahunan.
“PGRI seharusnya bukan hanya tempat berkumpul saat HUT atau pelantikan. Ia harus menjadi ruang yang mendengar keluh kesah guru, tempat bertumbuh secara profesional, dan sahabat dalam setiap perjuangan di kelas maupun di luar kelas,” ujar Sobur dengan penuh semangat. Senin, (14/07/2025).
Dengan visi itu, ia memperkenalkan tiga pilar utama yang menjadi fondasi New PGRI Pasirwangi, yaitu:
Ngahiji: Memperkuat semangat persatuan antarpendidik lintas jenjang dan latar belakang. “Guru TK hingga SMA harus saling mengenal dan bersinergi,” kata Sobur.
Ngabakti: Menekankan nilai pengabdian bersama untuk kemajuan dunia pendidikan dan pembentukan karakter peserta didik.
Ngabukti: Membuktikan bahwa organisasi ini mampu menghadirkan solusi nyata, bukan hanya agenda kosong atau sekadar rapat dan dokumentasi.
Membongkar Eksklusivitas, Merangkul Semua Guru
Ahmad Sobur dengan lantang menyatakan penolakannya terhadap pola-pola lama yang kerap menciptakan kesenjangan dalam struktur organisasi guru. Ia menyebut bahwa banyak guru honorer atau perempuan yang selama ini merasa kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
“Kita ingin struktur yang proporsional dan adil. Guru honorer punya hak bicara, guru perempuan punya ruang memimpin, dan guru muda harus diberi ruang berinovasi,” tegasnya.
Sebagai langkah konkret, ia tengah menggagas pembentukan Forum Guru Muda Pasirwangi semacam inkubator ide dan kepemimpinan baru di lingkungan PGRI. Forum ini dirancang sebagai tempat bertumbuhnya semangat kepemimpinan yang segar, partisipatif, dan responsif terhadap dinamika zaman.
Berjejaring dengan Arah Kebijakan Daerah dan Transformasi Digital
Gagasan Ahmad Sobur tidak bergerak sendiri. Ia menyelaraskan konsepnya dengan arah kebijakan daerah, baik di tingkat Kabupaten Garut maupun Provinsi Jawa Barat.
Salah satu referensinya adalah visi “Gapura Panca Waluya” yang digaungkan Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi membentuk manusia Jawa Barat yang Cageur (sehat), Bageur (baik), Bener (benar), Pinter (cerdas), dan Singer (terampil).
“Guru adalah ujung tombak dari pembentukan karakter itu. Maka organisasi guru pun harus siap menjadi bagian dari sistem yang membentuk karakter siswa,” tutur Sobur.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya transformasi digital. Menurutnya, literasi digital di kalangan guru masih belum merata. Ia berharap New PGRI Pasirwangi bisa memfasilitasi pelatihan, pendampingan, serta penguatan kapasitas guru dalam teknologi pendidikan.
Dukungan Mengalir dari Akar Rumput
Ide-ide Ahmad Sobur tidak hanya mendapat tempat di ruang diskusi, tetapi juga menyentuh hati banyak guru di lapangan. Sejumlah guru dari pelosok Pasirwangi mengaku merasakan kehadiran langsung dan kepedulian Sobur dalam berbagai momen.
“Pak Sobur itu bukan orang yang hanya tampil di podium. Dia ikut rapat di sekolah kecil, bantu guru yang kesulitan urus NUPTK, bahkan ikut jadi fasilitator pelatihan guru honorer,” kata salah seorang guru perempuan yang enggan disebutkan namanya saat di mintai keterangan oleh awak media.
Dukungan juga datang dari beberapa kaum atau komunitas-komunitas literasi dan kelompok belajar guru. Mereka menyatakan kesiapan untuk bergabung dalam semangat baru yang sedang digagas. Bahkan, beberapa tokoh pendidikan setempat menyebut bahwa gerakan ini sudah menjadi magnet baru bagi guru-guru muda yang semula apatis terhadap organisasi guru.
Harapan Baru dari Calon Ketua PGRI Pasirwangi
Tentu jalan menuju transformasi organisasi tidak mudah. Banyak tantangan, termasuk resistensi dari pihak-pihak yang nyaman dengan status quo. Namun bagi Ahmad Sobur, perubahan adalah keharusan bukan pilihan.
Ia mengajak seluruh guru di Pasirwangi untuk tidak hanya menjadi anggota organisasi, tetapi juga menjadi pemilik dan penggeraknya.
“PGRI adalah rumah besar kita. Mari kita isi dengan cinta, kerja nyata, dan semangat kolaborasi. Dari Pasirwangi, kita kirimkan pesan bahwa perubahan itu mungkin, dan kita sendiri yang akan memulainya,” pungkasnya.
Kini, percikan perubahan sudah menyala di kaki Kecamatan Pasirwangi. Apakah ia akan menjadi nyala api gerakan guru yang lebih adil, inklusif, dan bermakna? Hanya waktu yang akan menjawab. Tapi satu hal pasti para guru di Pasirwangi tidak lagi ingin sekadar diam. (*)