Oplus_131072
Ruangrakyatgarut.id 03 Desember 2025 — Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Garut resmi melayangkan surat permohonan audiensi kepada Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Jawa Barat, menyusul dugaan adanya penyalahgunaan wewenang dalam proses terbitnya Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dipersoalkan di Kawasan Wisata Puncak Guha.
Langkah ini dilakukan GMNI Garut sebagai bentuk sikap tegas dan kritis atas pernyataan BPN Garut yang menyebutkan bahwa penerbitan SHM dilakukan berdasarkan instruksi melalui Surat Keputusan (SK) Kanwil ATR/BPN Jawa Barat. GMNI menilai pernyataan tersebut sangat serius karena menyangkut dasar hukum terbitnya SHM yang kini memicu polemik luas di masyarakat.
Selain itu, hingga saat ini BPN Garut tidak memberikan kejelasan, klarifikasi, maupun tindak lanjut terhadap sejumlah temuan di lapangan. Sikap diam ini dianggap semakin menegaskan adanya ketidakterbukaan dan lemahnya integritas dalam proses administrasi pertanahan di kawasan tersebut.
Sidang lapangan yang dihadiri ASDA I Kabupaten Garut, Bagian Hukum Setda, Komisi II DPRD Garut, DPMD, Disperkim, serta Kepala BPN Garut dan jajarannya menemukan fakta penting: titik koordinat SHM yang dipersoalkan ternyata berada di Kiara Koneng, sekitar 5 kilometer dari lokasi wisata Puncak Guha. Namun, meski temuan tersebut sangat krusial, BPN Garut tidak kunjung memberikan klarifikasi ataupun tindakan administratif yang semestinya dilakukan.
Ketua DPC GMNI Garut, Pandi Irawan, menyampaikan kritik keras terhadap sikap BPN Garut yang dinilai tidak profesional, tidak transparan, dan mengabaikan hasil verifikasi lapangan.
“GMNI Garut menilai BPN Garut telah gagal menunjukkan transparansi dan akuntabilitas. Ketidakjelasan ini bukan hanya mencurigakan, tetapi juga memperkuat dugaan adanya penyimpangan instruksi dari Kanwil ATR/BPN Jawa Barat. Temuan lapangan yang begitu jelas justru tidak ditindaklanjuti. Ini adalah bentuk pembiaran dan pelemahan fungsi pelayanan publik,” tegasnya.
GMNI Garut juga mendesak Kanwil ATR/BPN Jawa Barat untuk segera memberikan klarifikasi resmi terkait SK yang disebut menjadi dasar terbitnya SHM. Menurut Pandi, SK tersebut harus dibuka secara terang-benderang untuk memastikan apakah benar instruksi itu dikeluarkan, serta apakah sesuai prosedur dan tidak menyimpang dari ketentuan pertanahan.
“GMNI Garut mendesak Kanwil ATR/BPN Jawa Barat untuk tidak berdiam diri. Jika SK itu benar ada, publik berhak tahu isinya. Jika tidak ada, maka pernyataan BPN Garut harus dipertanggungjawabkan. Ini persoalan serius yang berdampak pada kepercayaan publik terhadap lembaga pertanahan,” ujarnya.
DPC GMNI Garut menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal persoalan ini hingga mendapat kejelasan yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan. Bila tidak ada respons dari pihak Kanwil ATR/BPN Jabar maupun BPN Garut, GMNI siap menempuh langkah-langkah lanjutan, termasuk aksi lanjutan maupun upaya advokasi yang lebih kuat.
“GMNI tidak akan mundur. Ini perjuangan untuk hak publik, transparansi birokrasi, dan keadilan pertanahan di Kabupaten Garut,” tutup Pandi. (Hil)
