
Ruangrakyatgarut.id — Anggota DPRD Kabupaten Garut dari Fraksi PDI Perjuangan, Yudha Puja Turnawan, menggelar kegiatan Reses Masa Sidang I Tahun 2025 yang dikemas secara tematik dengan fokus pada pelestarian seni dan budaya Sunda.
Kegiatan ini berlangsung di Gedung Art Center, Desa Jayaraga, Kecamatan Tarogong Kidul, Senin (13/10/2025).
Reses tematik tersebut dihadiri oleh para seniman dan budayawan Sunda dari lima kecamatan di daerah pemilihan Yudha, yakni Tarogong Kidul, Tarogong Kaler, Leles, Kadungora, dan Banyuresmi. Selain itu, hadir pula perwakilan dari berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), di antaranya Camat Tarogong Kidul Ahmad Mawardi, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Bappeda, serta Dinas Pendidikan Kabupaten Garut.
Turut hadir jajaran pengurus DPC, PAC, dan Ranting PDI Perjuangan se-Dapil 1 Garut.
Dengan mengusung tema “Ngamumule Sarang Ngalestarikeun Seni Budaya Sunda, Titinggal Karuhun Urang”, Yudha menjelaskan bahwa kegiatan reses kali ini bertujuan menjadi wadah penjaringan aspirasi dari para pelaku seni dan budaya agar dapat diperjuangkan dalam kebijakan dan penganggaran daerah (APBD).
“Saya ingin menjembatani aspirasi dari para seniman dan budayawan Sunda agar bisa dilokasikan ke dalam APBD Garut serta menjadi perhatian dalam kebijakan daerah,” ujar Yudha.
Serap Aspirasi Seniman dan Budayawan
Dalam sesi dialog, sejumlah tokoh budaya seperti Abah Nay dari Kampung Cibunar, serta perwakilan dari Leles dan Kadungora, menyampaikan keprihatinan atas berkurangnya perhatian terhadap kesenian Sunda.
Mereka berharap pemerintah daerah lebih serius dalam pelestarian budaya, termasuk menyediakan ruang tampil bagi seniman di berbagai destinasi wisata seperti Situ Cangkuang, Situ Bagendit, Kampung Pulo, dan ruang publik lainnya.
Selain itu, muncul usulan agar muatan lokal kesenian Sunda — seperti karawitan, degung, kacapi suling, dan tari tradisional — dapat dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan tingkat SD dan SMP.
Tokoh masyarakat seperti Jajat Sudrajat dari Desa Neglasari dan Kang Engkus dari Kadungora juga mengusulkan bantuan alat-alat kesenian di sekolah sebagai bentuk dukungan terhadap kegiatan ekstrakurikuler berbasis budaya lokal.
“Tidak semua sekolah harus punya, tapi setidaknya di tiap kecamatan ada perwakilan sekolah yang mendapat bantuan peralatan kesenian. Ini untuk memancing minat generasi muda agar mencintai budaya Sunda,” terang Yudha.
Dalam kegiatan reses tematik yang berfokus pada pelestarian seni dan budaya Sunda, Butintin, salah satu pelaku sauaha mikro kecil menengah (UMKM) di Garut, menyampaikan aspirasinya agar gedung kesenian di Kabupaten Garut kembali dihidupkan sebagai tempat bagi anak-anak muda untuk berlatih, berkreasi, dan menumbuhkan kecintaan terhadap kesenian daerah.
Menurutnya, ruang kesenian yang aktif tidak hanya menjadi sarana pembinaan generasi muda, tetapi juga mampu mencetak seniman-seniman berbakat yang dapat membawa nama Garut di tingkat yang lebih luas.
Selain itu, Butintin juga mendorong agar pertunjukan kesenian digelar di ruang-ruang terbuka publik, seperti di Alun-alun Garut atau Bale Paminton, sehingga masyarakat dapat terhibur sekaligus memberikan dampak ekonomi bagi pelaku UMKM.
“Kalau kesenian sering tampil di tempat terbuka, suasana kota jadi lebih hidup, masyarakat terhibur, dan para pedagang kecil serta UMKM di sekitar lokasi juga ikut merasakan manfaatnya,” ujarnya.
Dukungan Pemerintah Daerah
Reses ini turut dihadiri oleh perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Garut serta Bappeda, yang menyatakan dukungan positif terhadap upaya pelestarian seni dan budaya Sunda.
Yudha pun mengapresiasi respon pemerintah daerah yang dianggap cukup baik dan berharap dapat ditindaklanjuti melalui program nyata di lapangan.
“Alhamdulillah, respon dari Dinas Kebudayaan maupun Bappeda sangat baik. Saya apresiasi komitmen mereka untuk ikut menjaga dan melestarikan kesenian Sunda di Garut,” pungkasnya.
Seruan Kolaborasi untuk Melestarikan Warisan Leluhur
Menutup kegiatan, Yudha mengajak seluruh pihak — mulai dari pemerintah, pelaku seni, hingga masyarakat — untuk bergandengan tangan menjaga warisan budaya leluhur, agar seni, bahasa, dan nilai-nilai Sunda tetap hidup di tengah derasnya arus modernisasi.
“Pelestarian budaya tidak bisa dilakukan sendiri. Kita harus gotong royong menjaga titinggal karuhun urang agar tidak hilang ditelan zaman,” tutupnya.