
Oplus_131072
Ruangrakyatgarut.id 30/09/2025– Ironi kembali terjadi di Kabupaten Garut. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang pemerintah pusat sebagai upaya meningkatkan gizi anak sekolah justru kembali memunculkan kasus keracunan massal. Kali ini, sejumlah siswa dilaporkan mengalami gejala mual, pusing, hingga muntah usai minum susu yang disajikan dalam paket MBG.
Padahal baru beberapa hari lalu, Wakil Ketua DPR RI melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Garut untuk memastikan kualitas program MBG setelah kasus keracunan serupa sebelumnya mencuat ke publik. Namun, sebelum tinta pemberitaan kasus itu mengering, kejadian serupa kembali menimpa siswa di salah satu sekolah di Garut.
Secara konsep, MBG hadir dengan niat mulia: mencegah stunting, meningkatkan asupan gizi anak, dan memastikan siswa sekolah dasar hingga menengah mendapatkan nutrisi seimbang. Akan tetapi, berkali-kali kasus keracunan menandai ada yang tidak beres dalam pelaksanaannya.
Pengamat kebijakan publik menilai, masalah bukan terletak pada programnya, melainkan pada rantai distribusi dan kualitas pengawasan. Mulai dari pemilihan vendor penyedia makanan, penyimpanan bahan baku, higienitas dapur, hingga cara distribusi ke sekolah masih menyisakan banyak celah. Apalagi, produk susu dan olahan makanan bergizi lainnya sangat sensitif terhadap penyimpanan dan suhu lingkungan.
Orang tua murid mengaku resah. Alih-alih merasa terbantu dengan adanya MBG, mereka kini dihantui rasa khawatir setiap kali anak membawa pulang susu atau makanan dari program tersebut.
“Harusnya ini jadi program yang bikin anak sehat, bukan malah bikin sakit. Kami dukung programnya, tapi kalau terus begini, jelas berbahaya,” ujar salah satu orang tua siswa yang anaknya ikut terdampak.
Kejadian berulang ini seharusnya menjadi alarm keras bagi Pemkab Garut. Tidak cukup hanya dengan mengeluarkan pernyataan “sedang ditelusuri”. Pemerintah daerah bersama dinas terkait mesti melakukan audit total terhadap vendor, dapur produksi, hingga sistem distribusi MBG.
Bila perlu, libatkan Balai POM, Dinas Kesehatan, hingga aparat penegak hukum untuk memastikan ada akuntabilitas. Karena jika terus dibiarkan, selain mengancam kesehatan anak, program yang menghabiskan anggaran besar ini akan kehilangan kepercayaan publik.
Selain audit, transparansi data vendor dan kualitas produk MBG harus dibuka ke publik. Masyarakat berhak tahu siapa penyedia makanan, bagaimana standar yang dipakai, dan hasil uji laboratorium produk yang diberikan. Partisipasi sekolah dan komite orang tua juga penting dalam melakukan pengawasan langsung.
Kehadiran pejabat pusat melakukan sidak memang sempat menenangkan, namun faktanya keracunan kembali terjadi. Artinya, sidak yang dilakukan baru sebatas seremonial politik tanpa menyentuh akar persoalan. Jika pola ini tidak berubah, MBG akan terus menyisakan masalah dan gagal mencapai tujuannya.
Anak-anak sekolah adalah generasi penerus bangsa yang berhak mendapatkan makanan sehat, aman, dan bergizi. Jangan biarkan mereka menjadi korban uji coba kebijakan yang dikelola secara sembrono.
Pemerintah pusat, Pemprov Jabar, dan Pemkab Garut harus duduk bersama, mengambil langkah tegas dan cepat agar kejadian keracunan tidak lagi terulang. Jika tidak, masyarakat akan semakin apatis, dan program mulia ini hanya akan tercatat sebagai contoh kegagalan manajemen birokrasi. (Hil)