
RuangRakyatGarut
Garut, 20 Juli 2025 — Sebuah pesta pernikahan yang semestinya menjadi momen sakral dan penuh kebahagiaan justru berubah menjadi duka mendalam bagi masyarakat Garut. Tragedi memilukan terjadi pada Jumat (18/07/2025) di Alun-Alun Garut, saat ribuan warga menghadiri pesta rakyat dalam rangka syukuran pernikahan Maula Akbar, putra Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, dan Luthfianisa Putri Karlina, Wakil Bupati Garut.Alih-alih pulang dengan suka cita, banyak warga justru kembali dengan luka, tangis, bahkan kehilangan orang tercinta.
Kericuhan bermula saat ribuan warga berebut masuk ke area pembagian makanan gratis. Minimnya pengamanan, absennya sistem antrean, dan buruknya manajemen kerumunan menyebabkan kepanikan massal. Dalam hitungan menit, suasana menjadi kacau. Teriakan minta tolong terdengar di antara himpitan tubuh yang bertumbangan.
Tiga nyawa melayang—seorang anak, seorang ibu, dan satu anggota polisi. Sementara itu, belasan warga lainnya mengalami luka-luka dan dilarikan ke RSUD dr. Slamet Garut, beberapa dengan kondisi patah tulang akibat terjatuh dan terinjak-injak.
“Ini Bukan Musibah, Tapi Kelalaian
“Kecaman keras datang dari kalangan masyarakat sipil, salah satunya aktivis muda Radit Julian. Dalam keterangannya kepada media pada Minggu (20/07/2025), Radit menyampaikan rasa duka sekaligus kritik tajam atas peristiwa tersebut.
“Ini bukan semata musibah. Ini akibat kelalaian fatal dalam perencanaan dan penyelenggaraan. Kita bicara tentang nyawa manusia yang hilang karena buruknya manajemen kegiatan publik,” tegasnya.
Radit menilai, setiap acara yang melibatkan massa besar seharusnya dirancang dengan perhitungan matang: protokol keselamatan, sistem antrean, zona pengamanan, serta petugas yang terlatih.
Ia menyebut peristiwa ini sebagai kegagalan sistemik yang sangat disayangkan, apalagi terjadi dalam acara yang digelar oleh pejabat publik. Ia juga menyinggung kemungkinan pelanggaran hukum, merujuk pada Pasal 359 dan 360 KUHP, yang mengatur soal kelalaian yang menyebabkan kematian atau luka berat. “Jika ini karena kelalaian, maka harus ada proses hukum yang adil. Ini menyangkut tanggung jawab, bukan sekadar minta maaf,” katanya.
Desakan Investigasi Independen
Radit juga menegaskan bahwa tragedi ini tidak bisa dianggap selesai dengan ucapan belasungkawa. Ia mendesak Pemerintah Kabupaten Garut dan aparat penegak hukum membentuk tim investigasi independen untuk menyelidiki siapa yang bertanggung jawab.
“Rakyat datang karena undangan terbuka, bukan untuk disambut dengan kemewahan, tapi untuk ikut bersyukur. Sayangnya, mereka disambut dengan kekacauan manajemen, bahkan petugas keamanan pun jadi korban. Ini sangat fatal,” katanya.
Menurut Radit, narasi “pesta rakyat” hanya menjadi topeng belaka jika dalam praktiknya tidak mencerminkan nilai-nilai kebersamaan dan keselamatan. Ia menyoroti tidak adanya sistem antrean, pembagian zona, maupun pengawasan di titik rawan. “Ketika rakyat datang dengan perut lapar, itu bukan pemandangan memalukan. Yang memalukan adalah pejabat yang gagal menjamin keselamatan mereka,” ucapnya.
Lebih lanjut, Radit mengusulkan agar ke depan pemerintah membentuk badan atau tim independen yang bertugas mengaudit dan mengevaluasi kesiapan setiap acara publik, terutama yang digelar oleh pejabat atau institusi pemerintahan.
Ia menutup pernyataannya dengan mengajak seluruh pihak untuk mendoakan korban serta mendukung keluarga yang ditinggalkan. “Semoga para korban mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan. Tapi lebih dari itu, semoga ini menjadi alarm moral. Jangan sampai keselamatan rakyat dikorbankan demi pencitraan sesaat,” pungkasnya