
Garut,RuangRakyatGarut.id – Aktivis Pemerhati Kebijakan Publik sekaligus sebagai Presiden Ruang Rakyat Garut (RRG), Eldy Supriadi, melontarkan peringatan keras kepada seluruh kepala desa di Kabupaten Garut terkait pentingnya integritas dan tanggung jawab dalam mengelola Dana Desa.
Hal ini disampaikannya menyusul mencuatnya kasus hukum yang menjerat Kepala Desa Sukasenang, Kecamatan Bayongbong,Kabupaten Garut , Jawa Barat yang berinisial HR.
Dalam pernyataannya kepada media, Eldy menegaskan bahwa Dana Desa bukanlah milik pribadi Kepala desa (Kades), melainkan dana atau anggaran negara yang diperuntukkan bagi kepentingan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa. Penyalahgunaan anggaran tersebut, kata Eldy, merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah rakyat.
“Kepala desa jangan pernah main-main dengan Dana Desa. Anggaran itu adalah hak masyarakat yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan di tingkat desa. Kalau sudah berurusan dengan hukum, tamat sudah karier dan kehormatannya,” ujar Eldy Supriadi pada. Rabu, (02/07/2025).
Menurut Eldy, kasus yang menimpa Kepala Desa Sukasenang HR harus menjadi pelajaran penting bagi kepala desa lainnya agar tidak terjebak dalam pola lama yang mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompok. Ia menyebut bahwa integritas seorang pemimpin desa diuji justru dalam hal pengelolaan anggaran publik.
“Kasus HR ini adalah catatan penting. Jangan sampai kepala desa lainnya menganggap sepele tanggung jawab keuangan. Jabatan itu adalah amanah. Begitu kita menyalahgunakannya, maka bukan hanya hukum yang akan mengejar, tapi juga rasa malu terhadap masyarakat sendiri,” tambah Eldy.
Kepala Desa Harus Jadi Teladan, Bukan Beban Masyarakat
Eldy juga menekankan bahwa kepala desa seharusnya menjadi sosok yang menginspirasi masyarakat dalam hal disiplin, kejujuran, dan pengabdian. Ia mengingatkan bahwa kepala desa memiliki tanggung jawab moral, sosial, dan hukum yang besar dalam menjalankan roda pemerintahan di desa.
“Seorang kepala desa harus mampu menjadi teladan. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan karena praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh pemimpinnya sendiri,” ucapnya.
Ia juga meminta agar seluruh perangkat desa, BPD (Badan Permusyawaratan Desa), dan elemen masyarakat turut mengawasi jalannya penggunaan anggaran agar tidak terjadi penyimpangan.
Dorongan untuk Penegak Hukum dan Transparansi Publik
Dalam kesempatan yang sama, Eldy turut mendorong aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap para pelaku penyalahgunaan Dana Desa. Ia menyatakan bahwa proses hukum yang adil dan transparan akan memberikan efek jera bagi para pelaku dan sekaligus menjadi peringatan bagi yang lain.
“Penegakan hukum harus jalan. Jangan sampai hanya berhenti di permukaan. Jika ada indikasi penyimpangan, maka proses hukum harus ditindaklanjuti sampai tuntas. Jangan beri ruang untuk para perampok uang rakyat di tingkat desa,” tegas Eldy.
Ia juga menyarankan agar setiap penggunaan Dana Desa dipublikasikan secara terbuka kepada masyarakat melalui media informasi desa, seperti baliho, papan informasi, dan situs resmi desa. Transparansi, kata dia, adalah senjata utama untuk melawan potensi korupsi.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meskipun menyayangkan adanya kepala desa yang tersandung kasus hukum, Eldy tetap menyimpan harapan besar bahwa mayoritas kepala desa di Garut masih memiliki semangat pengabdian yang tinggi. Ia percaya, dengan pengawasan dan dukungan dari berbagai elemen masyarakat, pemerintahan desa bisa menjadi motor penggerak pembangunan yang bersih dan bermartabat.
“Saya yakin, masih banyak kepala desa yang amanah dan punya komitmen tinggi. Kita dukung mereka. Tapi untuk yang terbukti menyimpang, ya harus diproses. Garut ini butuh pemimpin-pemimpin jujur, bukan pecundang yang menyelewengkan uang rakyat,” pungkasnya.
Kasus Kepala Desa Sukasenang menjadi cerminan bahwa pengawasan terhadap Dana Desa harus terus diperkuat. Pemerintah daerah dan pusat diharapkan tidak hanya menyalurkan dana, tetapi juga memastikan tata kelolanya berjalan sesuai prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat. (*)