
Garut,Ruangrakyatgarut.id – Ketua Paguyuban Asgar Nusantara, H. Hendi, menyampaikan evaluasi tajam terhadap 100 hari pertama masa kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati Garut. Sebagai seorang budayawan yang dikenal vokal memperjuangkan pelestarian nilai-nilai budaya lokal, H. Hendi menilai perhatian pemerintah daerah terhadap seni dan budaya masih sangat minim.
Dalam sebuah forum mimbar bebas yang digelar sebagai ruang ekspresi terbuka bagi masyarakat, H. Hendi menyatakan bahwa para pelaku budaya dan seni di Garut hingga kini masih belum merasakan kehadiran nyata pemerintah dalam mendukung dan memfasilitasi aktivitas budaya.
“Kami sebagai budayawan yang memiliki kecintaan besar terhadap nilai-nilai budaya dan kearifan lokal merasa bahwa arah pembangunan yang diambil saat ini belum berpihak pada pelestarian budaya. Peran serta pemerintah masih sangat terbatas, terutama dalam mendukung komunitas-komunitas seni dan budaya yang ada di Garut,” ujar H. Hendi di hadapan para peserta forum yang terdiri dari seniman, budayawan, akademisi, dan aktivis masyarakat.
Paguyuban Asgar Nusantara sendiri merupakan wadah berkumpulnya para pelaku seni, bahasa, adat, dan budaya Sunda yang memiliki semangat luhur untuk terus menjaga dan merawat identitas kultural masyarakat Garut.
Sementara,dalam pandangan H. Hendi, pemerintah daerah semestinya menjadikan budaya sebagai fondasi pembangunan, bukan sekadar pelengkap dalam seremoni atau acara seremonial.
“Budaya bukan hanya pertunjukan. Ia adalah jati diri kita, arah hidup kita sebagai orang Garut. Pemerintah seharusnya tidak memandang budaya sebagai sesuatu yang sekunder, apalagi hanya dijadikan hiasan dalam event-event formal. Kami butuh kebijakan nyata, alokasi anggaran yang proporsional, serta ruang kreatif yang bisa diakses oleh para pelaku budaya secara adil dan terbuka,” tegasnya.
Dalam forum tersebut, panggung rakyat yang digelar menjadi ajang penting untuk menyuarakan kegelisahan dan harapan masyarakat, khususnya para pegiat seni dan budaya. H. Hendi menyambut baik inisiatif forum mimbar bebas sebagai bentuk apresiasi terhadap aspirasi rakyat kecil yang kerap terpinggirkan dalam proses pembangunan.
Ia juga menyebut bahwa banyak program-program strategis daerah yang belum menyentuh akar kehidupan budaya masyarakat. Salah satunya adalah tidak adanya roadmap kebudayaan yang jelas dalam visi-misi kepala daerah saat ini.
Padahal, lanjutnya, Garut memiliki kekayaan budaya yang luar biasa, dari seni tradisional, bahasa, adat istiadat, hingga warisan spiritual dan sejarah lokal yang berpotensi besar jika dikembangkan secara sistematis dan berkelanjutan.
“Paguyuban Asgar Nusantara akan terus menjadi garda depan untuk mengingatkan pemerintah agar tidak abai terhadap budaya. Kami akan berdiri bersama masyarakat adat, seniman kampung, para pelestari bahasa Sunda, dan semua pihak yang ingin Garut tumbuh sebagai daerah yang maju tapi tetap berakar kuat pada identitas budayanya,” ungkap H. Hendi.
Menutup pernyataannya, ia berharap momentum 100 hari pertama ini bisa menjadi bahan refleksi bagi Bupati dan Wakil Bupati Garut untuk melakukan koreksi arah kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan pelibatan masyarakat budaya.
Di sisi lain, dia juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus bersuara dan mengawal kebijakan publik agar pembangunan di Garut tidak tercerabut dari akar budayanya sendiri.
“Garut itu lemah cai, tanah yang penuh berkah. Jangan sampai kita menjadi asing di tanah sendiri karena nilai-nilai budaya yang seharusnya kita jaga, justru ditinggalkan,” pungkasnya. (**)