
oplus_0
Garut,Ruangrakyatgarut.id – Di tengah gegap gempita pembangunan infrastruktur yang digencarkan Pemerintah Kabupaten Garut, terselip sebuah kisah yang nyaris tak terdengar. Kisah lirih itu datang dari Desa Cibunar, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat dari rumah hampir roboh yang ditinggali oleh Juju Juariah (52), seorang ibu yang tetap bertahan di tengah ketidakpastian dan ketimpangan kebijakan.
Berlokasi di Perum Jati Putra Asri Blok A2 Nomor 18, rumah yang ditinggali Juju bersama anaknya jauh dari kata layak huni. Atap bocor, dinding lapuk, dan lantai tanah yang tergenang air kala hujan seakan menjelaskan bahwa kemajuan belum benar-benar menyentuh semua sudut Garut.
“Saya tidak minta rumah mewah, cukup yang tidak bocor dan aman ditinggali,” ungkap Juju dengan nada lirih, menggenggam sisa-sisa harapan pada perhatian pemerintah yang tak kunjung tiba. Jum’at, (30/05/2025).
Ketika Program RTLH Tak Menyentuh yang Paling Membutuhkan
Program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) sejatinya dibuat untuk membantu warga seperti Juju. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan ironi. Menurutnya, pernah ada seorang Kepala dusun (Kadis) yang sengaja meminta foto copy KTP saya tidak tahu maksud dan tujuannya untuk apa, katanya dia di suruh oleh Pak Kades Cibunar, namun tak ada tindak lanjutnya.
“Saya sudah di mintai foto copy KTP oleh seorang Kadus , tapi tidak tahu maksud dan tujuannya untuk apa didata,namun hingga hari ini tak ada tindak lanjutnya. Ya pada akhirnya Saya bingung, harus kepada siapa lagi mengadu dan mengeluh,” jelasnya.
Di sisi lain, ketidakjelasan mekanisme seleksi penerima bantuan memunculkan kecurigaan, terutama saat rumah-rumah yang tampak lebih layak di daerah lain justru mendapat perbaikan.
Seruan Keadilan dari Aktivis
Menanggapi kondisi ini,wartawan senior, Riki Rustiana menyampaikan kritik tajam. Ia juga menilai sistem pendataan RTLH dan distribusi bantuannya sangat tidak transparan.
“Kalau rumah Bu Juju saja tak masuk daftar prioritas, ini sinyal kuat ada masalah. Pemerintah desa dan Dinas Perumahan layak diaudit,” tegasnya.
Di lain sisi Riki juga menekankan pentingnya pemerataan bantuan tanpa embel-embel kedekatan.
“Keadilan sosial bukan sekadar slogan. Warga seperti Bu Juju seharusnya berada di garis depan penerima manfaat,” tambahnya.
Ketika Diamnya Pemerintah Memantik Suara Rakyat
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Desa Cibunar belum memberikan keterangan resmi. Bahkan, ketika dihubungi melalui Whatsapp, ia cenderung tertutup dan enggan memberi jawaban. Namun diamnya pejabat justru memantik simpati publik.
“Kalau tidak ramai di media sosial, kami juga tidak tahu. Itu rumah sudah tidak aman ditempati,” ujar seorang warga.
Harapan yang Runtuh Bersama Dinding Rumah
Kisah Juju Juariah adalah potret nyata bahwa pembangunan fisik tak selalu berbanding lurus dengan keadilan sosial. Saat taman-taman kota dibangun dan jalan-jalan diperlebar, suara warga seperti Juju justru tenggelam dalam kesunyian birokrasi.
“Saya tidak ingin mengemis. Tapi, apakah saya tidak pantas hidup lebih layak?” ucap Juju, menatap kosong ke langit-langit rumahnya yang nyaris runtuh.
Catatan Redaksi: Sikap tertutup yang ditunjukkan Kepala Desa Cibunar saat dihubungi, menjadi catatan serius. Media punya kewajiban menyuarakan yang tak terdengar, dan pemerintah punya kewajiban mendengar jeritan itu.
Kami menyerukan kepada Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Garut, serta Pemerintah Desa Cibunar, untuk meninjau ulang data dan memastikan bahwa program RTLH tepat sasaran.
Jangan biarkan Juju Juariah terus tinggal dalam reruntuhan harapan. Karena di balik rumah yang nyaris roboh itu, ada martabat yang perlu dijaga dan keadilan yang sedang diuji. (*)