
Garut,RuangRakyatGarut.id – Kepedulian terhadap lingkungan di Kabupaten Garut kini menemukan wujud nyata. Di tengah kondisi alam yang makin terancam, sejumlah organisasi sipil yang tergabung dalam Relawan Garut Peduli Alam (RAGAP) menggagas aksi penghijauan skala besar.
Bersama Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS) Ruang Rakyat Garut (RRG) dan Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Distrik Garut, mereka akan menanam 3.000 pohon di titik-titik rawan bencana.
Kerusakan lingkungan di Garut tak lagi bisa dianggap remeh. Perambahan liar, alih fungsi lahan, hingga tambang ilegal menyebabkan laju degradasi makin tak terbendung. Dampaknya: banjir, longsor, kekeringan, dan menurunnya daya dukung ekosistem lokal.
“Kita tak bisa hanya mengeluh. Saatnya bertindak. Menanam pohon berarti menanam harapan,” tegas Ketua LIBAS, Tedi Sutardi, di sela persiapan aksi, Senin (20/05/2025).
Menurutnya, aksi ini akan difokuskan pada daerah paling rentan, seperti lahan tandus, tebing rawan longsor, serta kawasan tangkapan air terutama Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Cimanuk, yang disebut Tedi sebagai jantung tata air Garut.
“Kalau Sub DAS ini rusak, efeknya bisa kemana-mana. Bisa krisis air, gagal panen, bahkan konflik sosial,” tambahnya.
Dukungan pun mengalir. Ganda Permana, SH., Koordinator RAGAP sekaligus Ketua GMBI Distrik Garut, menegaskan bahwa keterlibatan mereka murni demi kemanusiaan dan cinta terhadap alam.
“Tak ada muatan politik. Ini soal tanggung jawab moral kita sebagai warga Garut,” katanya.Ia juga mengajak masyarakat untuk ambil bagian, sekecil apa pun kontribusinya.
“Tanam satu pohon di halaman rumah pun sudah berarti. Setiap pohon punya peran,” ujar Ganda.
Tak hanya berhenti di penanaman, RAGAP dan LIBAS juga telah menyiapkan program lanjutan berupa monitoring dan pendampingan agar pohon-pohon yang ditanam benar-benar tumbuh dan bermanfaat dalam jangka panjang.
“Kita tidak ingin aksi ini hanya jadi seremonial. Sudah ada sistem pengawasan dan tim relawan yang akan terus memantau,” jelas Tedi.
Aksi ini pun membawa semangat edukasi. Sekolah, pesantren, dan komunitas pemuda akan dilibatkan untuk membangun kesadaran ekologis sejak dini.
“Menjaga alam bukan cuma tugas pemerintah. Semua pihak punya peran. Dan generasi muda harus jadi motor perubahan,” ucap Tedi.
Penanaman perdana dijadwalkan awal Juni 2025, dimulai dari kawasan perbukitan yang rusak berat. Selain menanam pohon, para relawan juga akan menggelar pelatihan, edukasi, serta pembagian bibit gratis bagi warga sekitar.
Gerakan ini menjadi bukti bahwa gotong royong dan kesadaran kolektif masih hidup di Garut. RAGAP, LIBAS, dan GMBI menunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dari akar rumput, tanpa menunggu komando dari atas.
“Lingkungan adalah warisan untuk anak cucu, bukan sekadar milik kita hari ini. Mari jaga bersama,” pungkas Tedi Sutardi. (*)