
Garut,Ruangrakyatagarut.id – Seratus hari kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin dan Putri Karlina, resmi berlalu. Perjalanan pendek ini kerap dianggap sebagai masa krusial untuk memperlihatkan arah kepemimpinan dan komitmen awal dari janji-janji kampanye yang disampaikan kepada rakyat.
Namun, di tengah berbagai kegiatan roadshow dan program layanan publik, satu pertanyaan besar muncul dari masyarakat: di mana realisasi janji bantuan Rp2 juta per Keluarga Penerima Manfaat (KPM)?
Pertanyaan ini bukan tanpa dasar. Selama masa kampanye, pasangan Syakur–Putri menjadikan bantuan langsung senilai Rp2 juta per KPM sebagai salah satu ikon program populis mereka, yang banyak menarik simpati masyarakat bawah. Kini, seratus hari berlalu, suara publik mulai lantang menagih janji tersebut.
Salah satu suara paling vokal datang dari Angling Muhamad Kusumah, SM, tokoh pemuda Garut yang dikenal aktif dalam advokasi kebijakan publik dan pengawasan sosial.
“Warga menunggu, bukan sekadar roadshow atau program seremonial. Janji Rp2 juta per KPM itu disampaikan di hadapan rakyat, dan hari ini kami bertanya: di mana realisasinya?” ujar Angling dalam keterangannya kepada ruangrakyatagarut.id, Rabu malam (28/05/2025).
100 Hari yang Dinilai Minim Terobosan Substansial
Menurut Angling, masa 100 hari pertama seharusnya menjadi ajang konsolidasi kebijakan, pengambilan langkah strategis, serta penjelasan konkret tentang pelaksanaan program prioritas. Ia menilai bahwa hingga kini, belum ada kejelasan mengenai bentuk implementasi bantuan Rp2 juta per KPM tersebut, baik dari sisi anggaran, regulasi, maupun jadwal pelaksanaannya.
“Janji kampanye adalah kontrak sosial. Rakyat mencatat. Kalau memang ada keterbatasan, sampaikan terbuka. Jangan diam. Jangan biarkan rakyat merasa ditinggalkan setelah pemilu selesai,” tegasnya.
Lebih lanjut, Angling menyebut bahwa program-program yang diklaim sebagai pencapaian awal, seperti Roadshow Pelayanan Publik, pencetakan ribuan KTP, hingga pasar murah keliling, belum menyentuh akar masalah yang selama ini membelit masyarakat Garut, yakni ketimpangan sosial, pengangguran, dan akses ekonomi rakyat kecil.
Roadshow Tak Menjawab Janji Besar
Program Roadshow Pelayanan Publik yang diusung Syakur–Putri memang mendapatkan sorotan positif dalam sejumlah kanal media pemerintah, namun Angling menyebut program ini masih terlalu administratif dan jauh dari substansi program ekonomi kerakyatan.
“Mencetak KTP dan memberikan layanan adminduk itu baik, tetapi apakah itu cukup untuk menjawab janji kesejahteraan? Di mana wujud konkret bantuan langsung, akses modal UMKM, pelatihan kerja, atau program padat karya yang menyasar rakyat bawah?” kritiknya.
Menurut Angling, simbol-simbol pelayanan semacam itu terlalu dangkal untuk menambal harapan rakyat yang sejak awal sudah ditiupkan lewat janji-janji yang sangat ambisius selama masa kampanye.
Menuntut Transparansi dan Akuntabilitas
Sebagai bagian dari kelompok sipil yang terus mengawal jalannya pemerintahan daerah, Angling menekankan pentingnya transparansi. Ia menantang Pemerintah Kabupaten Garut untuk segera membuka data terkait skema bantuan Rp2 juta per KPM. Ia menekankan pentingnya menyampaikan sumber anggaran, dasar regulasi, dan peta siapa saja penerima manfaat yang dimaksud.
“Jika benar ada kendala regulasi atau fiskal, sampaikan secara terbuka kepada publik. Jangan membuat rakyat menunggu dalam kabut ketidakjelasan,” tegas Angling.
Ia juga mengingatkan, ketika janji telah ditebar secara terbuka kepada publik, maka rakyat berhak untuk mendapatkan jawaban, bukan sekadar narasi optimisme tanpa data dan eksekusi.
Janji Adalah Amanah, Bukan Alat Politik
Angling pun menutup pernyataannya dengan sebuah pesan moral yang cukup tajam. Ia menekankan bahwa janji kampanye bukan sekadar strategi politik, tetapi bagian dari amanah yang dititipkan oleh rakyat kepada pemimpinnya.
“Rakyat punya hak untuk bertanya. Pemerintah wajib menjawab. Ini bukan soal politik, ini soal amanah. Jika pemimpin mengingkari janji, maka kepercayaan publik akan hilang, dan demokrasi bisa lumpuh secara perlahan,” pungkasnya.
Catatan Awal yang Belum Meyakinkan
Seratus hari pertama, bagi sebagian orang, mungkin belum cukup untuk menilai kinerja sebuah pemerintahan. Namun, bagi banyak warga Garut yang telah menaruh harapan pada pasangan Syakur–Putri, seratus hari ini mestinya cukup untuk memberi sinyal awal, apakah komitmen akan dijalankan, atau sekadar menjadi bagian dari memori kampanye yang dilupakan.
Kini, publik menunggu. Bukan sekadar pidato atau pencitraan, tetapi realisasi nyata. Karena rakyat tidak butuh janji baru rakyat hanya ingin janji lama ditepati. (*)